Paling OK

Paling OK
Ok Yah

Minggu, 15 April 2012

Generalisasi Sejarah

GENERALISASI (bahasa Latin generalis bermaksud umum) adalah pekerjaan penyimpulan dari yang khusus kepada yang umum. Generalisasi yang tersedia dapat menjadi dasar penelitian bila sifatnya sederhana, sudah dibuktikan oleh peneliti sebelumnya, dan merupakan accepted his¬tory. Generalisasi itu dapat dipakai sebagai hipotesis des¬kriptif, iaitu sebagai dugaan sementara. Biasanya ia ha¬nya berupa generalisasi konseptual. Meskipun demikian, pemakaian generalisasi yang bagaimanapun sederhana¬nya harus dibatasi supaya sejarah tetap empiris. Generali¬sasi sejarah yang sebenarnya adalah hasil penelitian. Misalnya, kata "revolusi" yang merupakan penyimpulan dari data yang ada memang dapat menjadi dasar penelitian, sementara kata "revolusi pemuda" adalah kesimpulan yang didapatkan sebagai hasil penelitian. Akan tetapi, sejarah adalah ilmu yang menekankan keunikan, jadi semua penelitian tidak boleh hanya didasarkan pada asumsi umum. Generalisasi atau kesimpulan umum memang sangat perlu dalam sejarah, sebab sejarah adalah ilmu. Orang yang tak melakukan generalisasi tidak akan mampu membezakan antara "pokok dengan hutan". Juga ia tidak akan mampu membeza¬kan antara hutan dengan taman. Sebab, keduanya mempunyai unsur yang sama, yaitu pokok, danau, dan gundukan tanah. Demikian pula ia tidak akan mengerti lalu-lintas. Yang dilihatnya hanyalah lampu hijau-kuning-merah, polis, kereta, dan jalan raya. Generalisasi sejarah boleh bererti spesifikasi atau bahkan anti-generalisasi bagi ilmu lain. Generalisasi bertujuan dua perkara penting, iaitu; (1) saintifikasi dan (2) simplifikasi.

Saintifikasi:
Semua ilmu menarik kesimpulan umum. Kesahajaan menjadi tumpuan dalam generalisasi. Kalau kita ingin memberi warna pada sesuatu tembok, kita perlu tahu bahawa kita memerlukan berapa tong cat. Perhitungan luas tembok dan berapa meter dapat dicat oleh setiap tong, kita akan dapat meramalkan dengan penuh kepastian berapa tong cat yang diper¬lukan. Ramalan itu dalam ilmu sosial, ter¬masuk sejarah adalah tidak dengan penuh kepastian, sebaliknya hanya berupa kemungkinan. Dalam sejarah, generalisasi sama dengan teori bagi ilmu lain. Dalam antropologi kita kenal teori evolusi. Dalam sejarah kita mengenal generalisasi tentang perkembangan sebuah masyarakat. Kalau orang menggunakan istilah teori untuk sejarah, maka yang di-maksud adalah generalisasi.

Generalisasi sejarah sering digunakan untuk menguji teori yang lebih luas. Teori di peringkat makro seringkali berbeza dengan generalisasi sejarah di peringkat mikro. Misalnya, bagi Marxisme, semua revolusi adalah perjuangan kelas. Mula-mula tesis ini dipakai untuk menganalisis Revolusi Perancis, kemudian dipakai juga untuk semua revolusi, termasuk yang terjadi di Amerika Latin. Khususnya mengenai Revolusi Perancis, mereka berpendapat bahwa revolusi itu adalah perjuangan kelas borjuis dan petani melawan kaum feudal. Dari penelitian sejarah ternyata generalisasi itu tidak benar. Ada petani di suatu daerah yang berbuat sebaliknya. Banyak petani yang takut pada kaum borjuis dan lebih senang bersama kaum kaum feudal atau bangsawan. Pertanyaan kita ialah kalau sesuatu generalisasi tidak berhasil meng¬hadapi ujian sejarah dan banyak perkecualiannya, timbul persoalan apa¬kah itu masih sah sebagai generalisasi?

Demikian juga halnya dengan revolusi Indonesia. Re¬volusi Indonesia bukanlah perjuangan kelas, tetapi dige¬rakkan oleh cita-cita nasionalisme. Kesalahan generalisasi serupa juga dibuat oleh Parti Komunis Indonesia (PKI) menjelang peristiwa Kudeta 1965. Me¬reka tidak melihat bahawa petani sepanjang abad-abad sebelum itu lebih mudah digerakkan oleh faktor budaya daripada faktor ekonomi. PKI rupanya lebih percaya pada ideologi daripada generalisasi sejarah.

Simplifikasi:
Orang akan terheran-heran mengenang gerakan rakyat yang beramai-ramai menurunkan para pejabat dalam Peristiwa Tiga Daerah di Pekalongan, Tegal dan Brebes pada pasca-revolusi tersebut. Seorang sejarawan dari Australia, Anton Lucas, telah menyederhanakan pe¬ristiwa itu dengan menyebutnya "bambu runcing me-nembus payung". Demikian juga dengan Peristiwa Cum¬bok dapat disederhanakan dalam "pertentangan antara hulubalang dengan ulama". Revolusi Sosial di Sumatera Timur yang banyak memakan korban tak bersalah, seperti Amir Hamzah, sering disederhanakan dengan kata "rakyat me¬lawan bangsawan".

Simplifikasi diperlukan supaya sejarawan dapat mela¬kukan analisis. Demikianlah Madura dapat disederha¬nakan sebagai daerah dengan ekologi tegal yang selalu mengalami kelangkaan sumber. Penyederhanaan yang ditentukan melalui pembacaan itu akan membimbing (menuntun) seja¬rawan dalam mencari data, melakukan kritik sumber, in¬terpretasi dan penulisan.

Memang ada metode penelitian sosial yang meng¬anjurkan supaya orang datang ke lapangan dengan kepala kosong. Anjuran itu paling tepat bagi sejarawan. Akan tetapi, cepat atau lambat, orang harus melakukan penye¬derhanaan supaya ia dapat menuliskan sesuatu.

Macam-macam Generalisasi

Generalisasi Konseptual.
Generalisasi ini disebut dengan generalisasi konseptual karena berupa konsep yang menggambarkan fakta. Ketika orang mengatakan "revolusi" dan bukan yang lainnya, seperti "pemogokan", "pemberontakan", "ontran-ontran", maka dalam gambar¬annya ialah darah, pertempuran, orang yang diadili massa, pembelotan dan pergantian pemimpin. Orang dapat me¬makai istilah "revolusi sosial", "revolusi damai", "revolusi petani", dan sebagainya. Semua itu mempunyai denotasi dan konotasi tersendiri.

Di antara konsep yang diambil dari ilmu sosial lain ialah "budaya politik", "patron kljen" dan "budaya tan¬dingan". Dalam riset mengenai sejarah politik, istilah "bu¬daya politik" banyak dipakai. Banyak istilah yang dipakai untuk menunjukkan pentingnya birokrasi dalam politik di negara-negara sedang berkembang, seperti "bureaucratic polity", "authoritarian state" dan "ersatz capital¬ism". "Budaya politik" atau lebih tepat "politik budaya" dapat dipakai untuk menjelaskan afiliasi politik di Indo¬nesia. Istilah "patron kuen" dipakai orang untuk menja¬wab pertanyaan mengapa sama-sama Islamnya, desa-¬desa di Jawa Barat ada yang mengikuti Kartosuwiryo dan ada yang tidak. Ternyata, bahwa itu semua tergantung pada patron, yaitu orang yang paling dipercaya penduduk desa. "Budaya tandingan" ialah budaya yang dimiliki oleh kelompok sosial yang berada di luar kekuasaan. Di Sura¬karta pada 1900-an ada pertentangan budaya antara go¬longan priyayi dan santri yang merupakan penjelmaan historis dan konsep wong agung dan wong cilik. Masing-¬masing budaya punya orang sakti sendiri; para priyayi menganggap ibunda kecil PB X yang tak pernah menikah sebagai orang sakti, sedangkan para santri mengeramat¬kan Gus Wayang, orang yang tinggal di luar kraton. Dua kelompok sosial-budaya itu masing-masing juga menjadi pendukung partai yang berlainan; priyayi mendukung Budi Utomo dan santri Sarekat Islam.

Konsep-konsep itu tidak harus diambil dari ilmu lain, sejarah juga punya hak untuk membuat konsep. Konsep "renaissance", misalnya, adalah konsep yang dibuat oleh sejarah untuk memberi simbol kepada zaman kebangkitan kembali nilai-nilai kemanusiaan. Sejarawan dapat mem¬beri nama suatu bentuk negara dengan "monarki absolut", "monarki konstitusional", dan sebagainya. Demikian juga "pejuang" atau "pemberontak". Sejarawan Indonesia akan menyebut sebagai "agresi Belanda" dan Belanda "aksi polisionil" untuk mengatakan peristiwa yang sama.

Generalisasi Personal.
Dalam logika ada cara berpikir yang menyamakan bagian dengan keseluruhan atau pars pro toto. Generalisasi personal juga berpikir seperti itu. Misalnya, kita berfikir seolah-olah Pan Islamisme adalah Jamaluddin Al-Maghani, pembaharuan Islam di Mesir de¬ngan Muhammad Abduh, Svadeshi di India dengan Gan¬dhi, kemerdekaan Indonesia dengan Sukarno-Hatta, dan Orde Baru dengan Presiden Soeharto. Tentu saja itu tidak terlalu salah, hanya saja itu bererti kita meniadakan peranan orang-orang lain.

Sarekat Islam selalu diidentitikan dengan Samanhudi dan Tjokroaminoto. Dalam ilmu sejarah mengidentitikan dengan pahlawan disebut dengan teori "pahlawan dalam sejarah" atau "hero worship". Untuk mengurangi pemu¬jaan pada pahlawan dalam ilmu sejarah dikenal istilah "kekuatan sosial" atau "social force" yang mengatakan bahwa setiap perubahan sejarah disebabkan oleh per¬ubahan sosial. Dalam hal Sarekat Islam ada perubahan sosial yang penting pada awal abad ke-20 yaitu kebang¬kitan kelas menengah pribumi.

Sementara itu gerakan kemajuan di kalangan pribumi yang terjadi di mana-mana pada awal abad ke-20 yang mendahului Budi Utomo dan Sarekat Islam dapat dilim¬pahkan dalam kebangkitan kaum terpelajar. Kita juga melihat, betapa gambaran tentang revolusi Iran sangat dekat dengan Khomeiny, padahal asas revolusi sosial itu ialah para pedagang menengah dan kecil di pasar yang menentang "revolusi putih" Syah Iran.

Generalisasi Tematik.
Biasanya judul buku sama de¬ngan tema buku. Sejarah Amerika pada abad pertama ditandai dengan budaya Puritan. Masa kanak-kanak di¬mulai dengan santai, kemudian menjelang dewasa diterapkan disiplin yang keras oleh orang tua. Untuk keperluan itu John Demos menulis sejarah keluarga dan data kuan¬titatif dan literer, A Little Commonwealth: Family Live in Plymouth Colony. Yang menjadi dasar dan agama sipil di Amerika adalah rasa malu dan rasa bersalah orang¬-orang Puritan.

Buku Mahatma Gandhi (1869-1948) An Autobiogra¬phy menceritakan, seperti temanya, yaitu percubaan Gan¬dhi untuk menyatakan kebenaran. Buku itu berisi kisah hidup Gandhi; keluarganya, sekolahnya, perjuangannya bersama para buruh India di Afrika, dan perjuangannya di India. Buku itu kemudian jadi sumber untuk buku se-jarah kejiwaan (psycohistory) Erik Erikson yang meng¬analisis asal-usul kejiwaan Gandhi. Diceritakan, di anta¬ranya, sebab-musabab Gandhi berjanji untuk tidak lagi menyentuh perempuan ialah rasa bersalah yang luar biasa pada ayahnya.

Demikian juga buku yang telah ditulis orang mengenai Presiden Soeharto, O.G. Roeder, AnakDesa, yang melu¬kiskan bahwa pada hakikatnya presiden itu ialah anak desa. Biografi itu ternyata tidak jauh dari kenyataan, kalau kita lihat betapa akrab presiden dengan orang kecil. Se¬olah-olah judul biografi itu membuat kesimpulan umum tentang psikologi Pak Harto.

Generalisasi Spatial.
Kita sering membuat generalisasi tentang tempat. Pikiran sehari-hari membuktikan hal itu. Orang luar kota selalu membayangkan bahwa setiap hari orang Yogya makan "kolak kedelai", nama yang diberikan untuk tempe bacem. Demikianlah, untuk Korea, Jepang, dan Cina kita menyebutnya dengan Timur Jauh atau Asia Timur, untuk sebagian besar negara-negara Arab, Turki dan Iran kita menyebutnya Asia Barat, Asia Selatan untuk India, Pakistan dan Bangladesh, dan Asia Tenggara untuk negara-negara Asean.

Ketika Sultan Agung menaklukkan daerah-daerah di sebelah timur, kita menyebutnya kota pantai. Untuk me¬nenteramkan penduduk kota pantai yang beragama Islam itu Sultan Agung mengubah kalender dari tahun ma¬tahari menjadi tahun bulan. Mereka yang tidak setuju dengan kebijakan Sultan Agung menyingkir ke pesisir barat, daerah yang aman dari kekuasaan kuta negara.

Kita juga dapat berbicara tentang kota-kota di Selat Madura - seperti disertasi FA. Soetjipto, "Kota-kota Pantai di Sekitar Selat Madura". Tempat yang dihubungkan oleh sungai, laut, dan lembah dapat menjadi satuan geografis yang mempunyai ciri-ciri sama. Ciri-ciri itu tidak perlu sa¬ma; bahkan mungkin bertentangan, tetapi jadi satuan geografis. Di Myanmar atau Birma, penduduk gunung dan lembah mempunyai peranan saling melengkapi. Di Sumatera Barat ada konsep tentang rantau dan darat.

Sekarang kita mengenal IBT dan IBB berdasarkan pembangunan. Dahulu kita dibagi kurang lebih berdasar ekologi menjadi Inner Indonesia dan Outer Indonesia. Daerah Inner Indonesia yang pada umumnya adalah da¬erah sawah dan Outer Indonesia yang pada umumnya berekologi ladang.

Generalisasi Periodik.
Apabila membuat periodisasi, kita pasti membuat kesimpulan umum mengenai sebuah periode. Zaman Pertengahan di Eropa disebut orang The Age ofBelieve karena pada zaman itu orang cenderung menggunakan Kitab Suci daripada menggunakan pikiran. Penyebutan sebuah periode tentu saja tergantung pada sudut pandang orang dan tergantung jenis sejarah yang ditulis. Periodisasi orang~rang liberal lain dengan orang-orang Maixis. Demikian juga periodisasi sejarah politik dapat berbeda dengan periodisasi sejarah sosial.

Orang Barat menyebut zaman sesudah Zaman Perte¬ngahan dengan sebutan Zaman Modern, sedangkan se¬orang Protestan menyebutnya dengan The ProtestantEra. Sejarawan Indonesia menyebut zaman sesudah Zaman Islam dengan sebutan Zaman Kolonial, sedangkan sejara¬wan lain menyebutnya dengan Da Gama Period, semen-tara itu sejarawan Belanda merasa cukup dengan sebutan "ekspansi Eropa". Itu semua dengan alasan masing-ma¬sing.

Disertasi Darsiti Soeratman, "Kehidupan Dalam Kraton Surakarta, 1830-1939", juga memerlukan sebuah gene¬ralisasi tentang keadaan sosial-budaya kraton dan periode yang dibicarakan, kalau orang ingin mendapatkan gam¬baran yang utuh.

Periode Liberal di Indonesia yang dimulai tahun 1870 dengan Undang-Undang Agraria yang berakibat masuk¬nya modal swasta, sering digeneralisasikan dengan perio¬de menurunnya kemakmuran. Pemerintah sejak tahun 1900-an mengadakan penelitian melalui sebuah komisi, Mindere Welvaart Commissi~yang oleh wartawan pri¬bumi diejek dengan singkatan "M.W.C." (alias mindere wc, wc yang lebih kecil). Menurunnya kemakmuran itulah yang di antaranya mendorong pelaksanaan Politik Etis.

Generalisasi Sosial.
Bila kita melukiskan suatu kelom¬pok sosial dalam pikiran kita sudah timbul generalisasi. Kata petani barangkali mempunyai konotasi yang berma¬cam-macam, sesuai dengan tempat dan waktu yang dibi¬carakan. Dalam bahasa Inggris ada perbedaan antara pea¬sant dengan farmer. Petani di Eropa dulu dan Tiongkok lama lebih sesuai disebut peasant karena terikat dengan tanah dan bertani lebih sebagai jalan hidup daripada se¬bagai usaha. Baik di Eropa dan Tiongkok ada feodalisme. Akan tetapi, bagi petani di Indonesia pada umumnya, meskipun tidak ada feodalisme, tetapi ada patrimonialis¬me; petani juga lebih tepat disebut dengan peasant. Ka¬rena itu peasant biasa diterjemahkan dengan petani, se¬dangkan farmer dapat diterjemahkan dengan pengusaha¬tani.

Kalau kita berbicara tentang petani di Indonesia pada abad ke-19, yaitu di dua kerajaan Jawa, Surakarta dan Yogyakarta, petani merupakan bagian dari masyarakat secara keseluruhan dan bagian dari budaya secara kese¬luruhan. Petani tidak dapat dibayangkan tanpa masya¬rakat bangsawan dan budaya kraton yang didukungnya.

Lain halnya kalau kita berbicara tentang pengusaha tani di Amerika. Sebelum Perang Saudara kebanyakan pengusaha tani di Amerika bagian selatan adalah tuan tanah. Merekalah yang mendukung perbudakan orang¬orang kulit hitam. Jadi, gambaran umum kita mengenai petani tetap me¬rupakan sebuah generalisasi, yang harus dispesifikasikan. Demikian pula generalisasi kita tentang elite kekuasaan yang berada di atas petani. Juga generalisasi tentang ke¬lompok sosial lain, seperti "buruh", "ulama", "orang seku¬ler", "orang Islam". Generalisasi itu kita perlukan asal di¬ikuti dengan spesifikasi. Sejarah adalah ilmu yang seka¬ligus melakukan generalisasi dan spesifikasi. Diharapkan tulisan sejarawan akan berimbang.

Generalisasi Kausal.
Bila kita membuat generalisasi tentang sebab-musabab kesinambungan, perkembangan, pengulangan, dan perubahan sejarah. Pada tingkat indivi¬dual, kita sering membuat kesimpulan umum tentang sebab-sebab seseorang berubah. Banyak faktor yang senang kita tunjuk, seperti masalah moral, ekonomi, pangkat, dan sebagainya. Tidak lepas dari generalisasi kausal ada¬lah keluarga, desa, satuan di atas desa, negara, masyara¬kat, budaya, dan sejarah.

Generalisasi Determinisme.
Bila orang memastikan hanya satu saja yang menye¬babkan, itu disebut determinisme. Determinisme bersifat filosofis; determinisme ada dua, yaitu idealisme dan ma-terialisme. Pada idealisme yang menggerakkan sejarah ialah ide, sedangkan materialisme menganggap bahwa materi-lah yang menggerakkan sejarah. Idealisme diwakili oleh Hegelianisme, dan materialisme oleh Matxisme. Yang terakhir itu sering disebut dengan Materialisme Historis atau determinisme ekonomis. Determinisme itu berlaku secara apriori, sebelum mengetahui (bahasa Latin prior bererti yang pertama). Persoalan bagi segala macam determinisme ialah apakah gerakan-gerakan dalam seja-rah itu mekanistis, jadi bergerak dengan sendirinya seperti mesin, ataukah ada campur tangan manusia.

Generalisasi Sejarah.
Generalisasi sejarah selalu bersifat aposteriori, sesudah pengamatan (bahasa Latin posteriori bererti kelanjutan). Edward Gibbon (1737-1794), seorang sejarawan Inggris, yang menulis The History of the Decline and Fall of the Roman Empire melihat bahwa maju dan mundurnya se¬buah empirium adalah bergantung pada wujud dan tidaknya cita-cita kema¬juan.

Ada "teori" bahwa pindahnya pusat kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur; kerana letusan gunung berapi yang menyebabkan daerah-daerah di Jawa Tengah tidak layak huni (sebab geografis), atau penduduk di Jawa Tengah terlalu padat, sehingga sumber alam tidak bisa mendu¬kung (sebab kependudukan), atau karena ditemukannya bata yang lebih ringan di daerah yang baru (sebab tekno¬logis). Demikian juga perpindahan pusat kerajaan Jawa dari pantai utara ke daerah pedalaman di selatan.

T. Ibrahim Alfian dalam Perang dijalan Allah menge¬mukakan bahwa perang Aceh bisa bertahan begitu lama ialah karena ideologi jihad. Masyarakat Banten dan Ma¬dura sama-sama pemeluk Islam yang fanatik, tetapi di Banten terus-menerus ada pemberontakan, sedangkan di Madura jarang ada pemberontakan. Ternyata, sebabnya ialah 'surplus sosial". Di Banten orang punya modal un¬tuk memberontak, di Madura tidak.

Yang terlupakan oleh determinisme ialah faktor ma¬nusia. Biarlah masyarakat dan sejarah itu tetap terbuka. Kadang-kadang di dunia "merdeka" sendiri pun timbul an-caman terhadap keterbukaan itu. Menurut James Pea¬cock dan Thomas Kirsch dalam The Human Direction, evolusi manusia menunjukkan bahwa mula-mula Tuhan itu banyak, lalu jadi tiga, kemudian tinggal satu, yang satu ini mula-mula bersifat personal, kemudian jadi im¬personal, dan akhirnya Tuhan yang telah meninggal. Kata mereka, dunia sedang menuju pada sekularisme seperti masyarakat Amerika. Itulah nasib manusia yang tak ter¬elakkan. Padahal, isu tentang "fundamentalisme" seka¬rang ini juga sangat kuat.

Generalisasi Kultural.
Para pelaku sejarah sendiri ka¬dang-kadang melakukan generalisasi kultural. Tidak ada anak-anak ulama yang masuk sekolah umum sebelum kemerdekaan. Dan sebaliknya, Belanda pernah menya¬makan haji dengan rentenir. Dalam laporan Mindere Wel¬vaart Commissie jumlah haji di Madura persis jumlah rentenir.

Demikian apa yang dikerjakan ulama dari Pekalongan, Kyai Rifai yang dibuang ke Ambon pada 1859, ialah gene¬ralisasi kultural. Ia menyusun kitab-kitabnya dengan syair bahasa pesisir. Kita dapat menduga itu dikerjakannya sebagai simbol perlawanan terhadap patrirnonialisme dan kolonialisme. Perlawanan terhadap patrimonialisme kera¬na ajaran Islam selalu ditulis dalam tembang-tembang dan perlawanan terhadap kolonialisme dinyatakan dalam bentuk yang konkrit, berupa penolakan terhadap peng-hulu yang diangkat oleh pemerintah.

Kita dapat melakukan penelitian sejarah berdasar atas generalisasi kultural "daerah hukum adat" yang dibuat oleh Van Vollenhoven dan Ter Haar. "Daerah hukum adat" yang mirip dengan konsep "cultural area" dapat kita jadikan wilayah natural untuk sejarah agraria atau sejarah politik di peringkat lokal.

Agak terlalu makro ialah tulisan-tulisan ArnoldJ. Toyn¬bee (1889-1975), A Study of History dan buku yang kecil The World and the West, yang menjadikan "civilization" sebagai suatu unit studi sejarah. Ia mengemukakan bahwa peradaban itu mengalami empat masa seperti siklus mu¬sim, yaitu tumbuh, berkembang, menurun, dan jatuh. Bukunya, A Study of History, mengemukakan bahwa turun naiknya peradaban itu tergantung pada hukum "tentang¬an dan jawapan" atau challenge and response. Dalam bukunya, The World and the West, ia juga membuat sema¬cam hukum radiasi peradaban. Dikatakannya, bahwa peradaban yang masuk ke peradaban lain itu akan dihuraikan, seperti sebuah sinar akan diuraikan oleh sebuah prisma. Teknologi lebih mudah diserap daripada elemen peradaban lainnya.

Generalisasi Sistemik.
Kita sering membuat kesimpul¬an umum tentang adanya suatu sistem dalam sejarah. Dalam sejarah ekonomi, hubungan antara Mrika, Ame¬rika, dan Eropa sebelum Perang Saudara dapat digambar¬kan sebagai sebuah sistem. Mrika mengirim tenaga (bu¬dak) ke Amerika, Amerika mengirim bahan mentah (ka¬pas) ke Eropa, dan Eropa (Inggris) mengirim barang jadi (tekstil) ke Afrika. Kita juga melihat jalan sutera dari Ti¬ongkok ke Eropa pada zaman kuno; satu melalui darat melintasi Asia Tengah, dan yang lain melalui laut melintasi Indo¬nesia. Orang Jawa juga mengeksport beras ke Indonesia Timur. Kita juga tahu perdagangan lada dari Indonesia sampai Eropa.

Jalur perjalanan yang sifatnya lokal juga dapat kita rekonstruksikan. Kita tahu dari Babad Tembayat bahwa ada jalan dari Semarang ke KIaten yang melewati Salatiga. Kita juga tahu dari sumber-sumber VOC ada jalan dari Semarang ke Yogyakarta melalui Magelang. Dan Tembang Macapat kita tahu ada jalan sungai lewat Bengawan Solo yang dilalui Jaka Tingkir. Jalan yang sama, dari Solo sam¬pai Bojonegoro, juga dilalui para pedagang. Itu kita keta¬hui lewat koran dan nyanyian, serta masih bisa kita la¬cak lewat sejarah lisan. Pola migrasi ke kota juga bisa ki¬ta lacak lewat sejarah lisan. Di kota seperti Yogyakarta, kaum migran dan selatan selalu tinggal di sebelah sela¬tan kota.

Generalisasi Struktural.
Kita sering heran, mengapa orang asing lebih peka dari kita sendiri, mengenai orang Indonesia. Sering ketika kita sedang berjalan di negeri orang, di mana tidak terdapat orang Indonesia, tiba-tiba kita ditegur dalam bahasa Indonesia, oleh orang kulit putih. Atau, ketika kita sedang berjalan-jalan dengan orang kulit putih, tiba-tiba orang itu menunjuk beberapa rombongan orang berkulit sawo matang, dan menegur salah satu rombongan dengan bahasa Indonesia. Ter¬nyata, orang-orang asing telah mempelajari dengan cer¬mat struktur tubuh, cara berjalan, gerak-gerik tubuh, cara bicara, dan cara diam kita. Dengan kata lain, orang asing itu telah mempelajari susunan kita, struktur kita, mereka telah membuat generalisasi struktural tentang orang In¬donesia.

Sebenarnya, kita juga punya kebiasaan yang sama. Kita akan heran sendiri, bagaimana kita tahu kawan kita dari Sumatera atau Kalimantan meskipun sama-sama ber¬kulit kuning, bukan berasal dari Timor Timur tetapi dari Irian Jaya meskipun sama-sama keriting. Ora ng Katholik bukan Protestan, meskipun sama-sama alim; orang NU bukan orang Muhammadiyah, meskipun sama-sama suka ke masjid. Orang Amerika dan bukan orang Belanda, meskipun sama-sama berkulit putih; orang Jepang dan bukan orang Cina, meskipun sama-sama bermata sipit dan berambut lurus.

Demikian juga banyak orang tahu siapa akan terpilih jadi Ketua PBNU dalam Muktamar 1994. Banyak orang bisa menduga apa yang akan dikerjakan Amerika di Iraq dan di Haiti pada 1994. Sejarawan Taufik Abdullah dapat menduga reaksi veteran perang Belanda atas usulan Pronk di akhir tahun 1994 supaya orang Belanda menghormati perayaan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus.

Semua itu karena structure of events, susu nan peristi¬wa, sudah diketahui. Misalnya, mengenai Amerika. Politik luar negeri Amerika ternyata diatur oleh national inter¬est, kepentingan nasional. Definisi kepentingan nasional itu nampaknya berubah-ubah. Suatu kali idealisme, se¬perti HAM; kadang-kadang realisme, seperti minyak. Ke¬tika Indonesia bertikai dengan Belanda 1945-1950 pada mulanya minyaklah (realisme) yang menjadi perhatian Amerika, dan bukan hak menentukan nasib sendiri. Ka¬rena itu Amerika nampak konservatif. Politik ini berubah menjadi idealisme (containment, membendung komunis¬me) setelah terbukti Indonesia menumpas komunisme pada 1948. Sebagai pragmatis, Amerika lebih banyak di¬dominasi realisme.

Corak Awal Islam Nusantara Sampai Awal Abad Ke-17 Dan Wacana Sufistik; Tasawuf Falsafi Sampai Abad 17

PENDAHULUAN

Sejak awal masehi kawasan Nusantara telah berfungsi sebagai jalur lintas perdagangan bagi kawasan Asia Barat, Asia Timur dan Asia Selatan. Kedatangan Islam di Nusantara penuh dengan perdebatan, terdapat tiga masalah pokok yang menjadi perdebatan para sejarawan. Pertama, tempat asal kedatangan Islam. Kedua, para pembawanya. Ketiga, waktu kedatanganya.
Namun, Islam telah masuk, tumbuh dan berkembang di wilayah Nusantara dengan cukup pesat. Mengingat kedatangan Islam ke Nusantara yang pada saat itu sudah memiliki budaya Hindu-Budha. Maka hal ini sangat menggembirakan karena Islam mampu berkembang di tengah kehidupan masyarakat yang telah memiliki akar budaya yang cukup kuat dan lama.
Kedatangan Islam ke wilayah Nusantara mengalami berbagai cara dan dinamika, antara lain dengan perdagangan, pernikahan, sosial budaya, dan sebagainya. Hal ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan Islam di wilayah ini memiliki corak tersendiri.
Dalam makalah ini, penulis membahas tentang corak awal Islam Nusantara sampai awal abad ke-17 dan wacana sufistik; tasawuf falsafi sampai abad 17.







PEMBAHASAN
Corak Awal Islam Nusantara Sampai Awal Abad Ke-17 Dan Wacana Sufistik; Tasawuf Falsafi Sampai Abad 17

A. Corak Awal Islam Nusantara Sampai Abad 17
Islam datang ke Nusantara diperkirakan sekitar abad ke-7, kemudian mengalami perkembangan dan mengislamisasi diperkirakan pada abad ke-13. Awal kedatangannya diduga akibat hubungan dagang antara pedagang-pedagang Arab dari Timur Tengah atau dari wilayah sekitar India, dengan kerjaan-kerajaan di Nusantara. Perkembangannya pada abad ke-13 sampai awal abad ke-15 ditandai dengan banyaknya pemukiman muslim baik di Sumatera maupun di Jawa seperti di pesisir-pesisir pantai.
Pada awal penyebarannya Islam tampak berkembang pesat di wilayah-wilayah yang tidak banyak dipengaruhi oleh budaya Hindu-Budha, seperti Aceh, Minangkabau, Banten, Makassar, Maluku, serta wilayah-wilayah lain yang para penguasa lokalnya memiliki akses langsung kepada peradaban kosmopolitan berkat maraknya perdagangan antar bangsa ketika itu. Menurut penulis pendapat ini kurang kuat karena bertolak belakang dengan pendapat yang menyatakan bahwa Nusantara sebelum kedatangan Islam dipengaruhi oleh budaya Hindu Budha. Selain itu, pendapat ini tidak memiliki bukti yang cukup kuat.
Kemunculan dan perkembangan Islam di kawasan Nusantara menimbulkan transformasi kebudayaan (peradaban) lokal. Tranformasi melalui pergantian agama dimungkinkan karena Islam selain menekankan keimanan yang benar, juga mementingkan tingkah laku dan pengamalan yang baik, yang diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan.
Terjadinya transformasi kebudayaan (peradaban) dari sistem keagamaan lokal kepada sistem keagamaan Islam bisa disebut revolusi agama. Transformasi masyarakat kepada Islam terjadi berbarengan dengan “masa perdagangan,” masa ketika Asia Tenggara mengalami peningkatan posisi dalam perdagangan Timur-Barat. Kota-kota wilayah pesisir muncul dan berkembang menjadi pusat-pusat perdagangan, kekayaan dan kekuasaan. Masa ini mengantarkan wilayah Nusantara ke dalam internasionalisasi perdagangan dan kosmopolitanisme kebudayaan yang tidak pernah dialami masyarakat di kawasan ini pada masa-masa sebelumnya.
Konversi massal masyarakat Nusantara kepada Islam pada masa perdagangan terjadi karena beberapa sebab sebagai berikut:
1. Portabilitas (siap pakai) sistem keimanan Islam. Sebelum Islam datang, sistem kepercayaan lokal berpusat kepada penyembahan arwah nenek moyang yang tidak siap pakai. Oleh karena itu, sistem kepercayaan kepada Tuhan yang berada di mana-mana dan siap memberikan perlindungan di manapun mereka berada, mereka temukan di dalam Islam.
2. Asosiasi Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu dan berinteraksi dengan pedagang Muslim yang kaya raya. Karena kekayaan dan kekuatan ekonominya, mereka bisa memainkan peran penting dalam bidang politik entitas lokal dan bidang diplomatik.
3. Kejayaan militer. Orang Muslim dipandang perkasa dan tangguh dalam peperangan. Hal ini bisa dilihat dari beberapa pertempuran yang dialami dan dimenangkan oleh kaum Muslim.
4. Memperkenalkan tulisan. Agama Islam memperkenalkan tulisan ke berbagai wilayah Asia Tenggara (Nusantara) yang sebagian belum mengenal tulisan, dan sebagian sudah mengenal tulisan sanskerta. Tulisan yang diperkenalkan adalah tulisan Arab.
5. Mengajarkan penghapalan. Para penyebar Islam menyandarkan otoritas sakral. Ajaran Islam yang mengandung kebenaran dirancang dalam bentuk –bentuk yang mudah dipahami dan dihafalkan oleh penganut baru. Karena itulah, hafalan menjadi sangat penting bagi para penganut baru yang semakin banyak jumlahnya.
6. Kepandaian dalam penyembuhan. Karena penyakit selalu dikaitkan dengan sebab-sebab spiritual, maka agama dipandang mempunyai jawaban terhadap berbagai penyakit dan ini menjadi jalan untuk pengembang sebuah agama yang baru (Islam). Contohnya, Raja Patani menjadi muslim setelah disembuhkan penyakitnya oleh seorang ulama dari Pasai.
7. Pengajaran tentang moral. Islam menawarkan keselamatan dari berbagai kekuatan jahat. Ini terangkum dalam moral dunia yang diprediksi bahwa orang-orang yang taat akan dilindungi Tuhan dari segala kekuatan jahat dan akan diberi imbalan surga di akhirat.
Melalui sebab-sebab itu, Islam cepat mendapat pengikut yang banyak. Menurut Azra, semua daya tarik tersebut mendorong terjadinya “Revolusi keagamaan”.
Adapun corak awal Islam dipengaruhi oleh tasawuf, antara lain terlihat dalam berbagai aspek berikut:
a). Aspek Politik
Dengan cara perlahan dan bertahap, tanpa menolak dengan keras terhadap sosial kultural masyarakat sekitar, Islam memperkenalkan toleransi dan persamaan derajat. Ditambah lagi kalangan pedagang yang mempunyai orientasi kosmopolitan, panggilan Islam ini kemudian menjadi dorongan untuk mengambil alih kekuasaan politik dari tangan penguasa yang masih kafir. Menurut penulis, pengambil alihan kekuasaan dari penguasa yang masih kafir ini merupakan konflik yang terjadi antara rakyat dengan penguasa. Karena, rakyat yang sudah memeluk agama Islam, menginginkan kehidupan yang adil di bawah pimpinan yang adil pula. Maka dalam hal ini, keadilan tersebut akan sangat mungkin didapatkan apabila pemimpin sudah memeluk Islam dan melaksanakan ajarannya.
Islam semakin tersosialisasi dalam masyarakat Nusantara dengan mulai terbentuknya pusat kekuasaan Islam. Kerajaan Samudera Pasai diyakini sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia. Bukti paling kuat yang menjelaskan tentang itu adalah ditemukannya makam Malik al-Shaleh yang terletak di kecamatan Samudera di Aceh Utara. Makam tersebut menyebutkan bahwa, Malik al-Shaleh wafat pada bulan Ramadhan 696 H/ 1297 M. Dalam Hikayat Raja-Raja Pasai dan Sejarah Melayu Malik, Malik al-Shaleh digambarkan sebagai penguasa pertama kerajaan Samudera Pasai. Pada tahap-tahap selanjutnya, banyak kerajaan-kerajaan Islam yang berdiri di wilayah Nusantara, seperti kerajaan Aceh, Demak, Pajang, Mataram, Ternate, Tidore, dan sebagainya.
Menurut penulis, banyaknya kerajaan Islam yang berdiri di wilayah Nusantara tidak terlepas dari adanya peran para ulama yang dekat dengan Raja. Dengan demikian, terjadi kontak antara Raja dengan ulama, yang selanjutnya mengislamkan raja kemudian diikuti oleh rakyatnya. Pada tahap berikutnya, raja yang muslimpun akan membantu penyebaran dan pengembangan agama Islam ke wilayah-wilayah di Nusantara, dan diikuti dengan banyaknya kerajaan Islam yang berdiri.
b). Aspek Hukum
Adanya sebuah kerajaan, akan melahirkan undang-undang untuk mengatur jalannya kehidupan di sebuah kerajaan. Karena dengan undang-undang inilah masyarakat akan diatur.
Sebelum masuknya Nusantara, telah ada sistem hukum yang bersumber dari hukum Hindu dan tradisi lokal (hukum adat). Berbagai perkara dalam masyarakat diselesaikan dengan kedua hukum tersebut.
Setelah agama Islam masuk, terjadi perubahan tata hukum. Hukum Islam berhasil menggantikan hukum Hindu di samping berusaha memasukkan pengaruh ke dalam masyarakat dengan mendesak hukum adat, meskipun dalam batas-batas tertentu hukum adat masih tetap bertahan. Pengaruh hukum Islam tampak jelas dalam beberapa segi kehidupan dan berhasil mengambil kedudukan yang tetap bagi penganutnya.
Berbagai kitab undang-undang yang ditulis pada masa-masa awal Islam di Nusantara yang menjadi panduan hukum bagi negara dan masyarakat, memang bersumber dari kitab-kitab karya ulama Sunni di berbagai pusat keilmuan dan kekuasaan Islam di Timur Tengah. Kitab undang-undang Melayu menunjukkan ajaran-ajaran syari’ah sebagai bagian integral dalam pembinaan tradisi politik di kawasan ini.
Sebagai contoh, yaitu kitab Undang-Undang Melaka. Kitab undang-undang ini menunjukkan kuatnya pengaruh unsur-unsur hukum Islam, khususnya yang berasal dari Mazhab Syafi’i. Undang-Undang Melaka pada intinya meletakkan beberapa prinsip pertemuan antara hukum Islam dan adat setempat. Pertama, gagasan tentang kekuasaan dan dan sifat daulat ditentukan berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Kedua, pemeliharaan ketertiban umum dan penyelesaian perkara hukum didasarkan pada ketentuan-ketentuan Islam dan adat. Ketiga, hukum kekeluargaan pada umumnya didasarkan pada ketentuan-ketentuan fiqh Islam. Keempat, hukum dagang dirumuskan berdasarkan praktek perdagangan kaum Muslimin. Kelima, hukum yang berkaitan dengan kepemilikan tanah umumnya berdasarkan adat.
Dengan demikian, dalam perkembangan tradisi politik Melayu di Nusantara, pembinaan hukum dilakukan dengan mengambil prinsip-prinsip hukum Islam, dan mempertahankan ketentuan-ketentuan adat yang dipandang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
c). Aspek Bahasa
Kedalaman pengaruh bahasa Arab dalam politik Islam di Asia Tenggara (nusantara) tidak diragukan lagi banyak berkaitan dengan sifat penyebaran Islam di kawasan, khususnya pada masa-masa awal. Hal ini berbeda dengan Islamisasi di wilayah Persia dan Turki yang melibatkan penggunaan militer, Islamisasi di Nusantara pada umumnya berlangsung damai.
Konsekuensi dari sifat proses penyebaran itu sudah jelas. Wilayah Muslim Asia Tenggara (Nusantara) menerima Islam secara berangsur-angsur. Dengan demikian, Muslim Melayu tidak mengadopsi budaya Arab secara keseluruhan , bahkan warna lokal cukup menonjol dalam perjalanan Islam di kawasan ini.
Walaupun kurang terarabisasi, bahasa Arab memainkan peran penting dalam kehidupan sosial keagamaan kaum Muslim. Berbagai suku bangsa Melayu tidak hanya mengadopsi peristilahan Arab, tetapi juga aksara Arab yang kemudian sedikit banyak disesuaikan dengan kebutuhan lidah lokal.
Dari aspek tersebut, kemunculan Islam dan penerimaan aksara Arab merupakan langkah signifikan bagi sebagian penduduk di Nusantara untuk masuk ke dalam kebudayaan tulisan. Selanjutnya, hal tersebut melahirkan tulisan yang dikenal dengan akasara Arab Melayu atau aksara Arab Jawi.

Ketiga aspek tersebut yang dipengaruhi oleh Islam, hal tersebut menjadi corak Islam yang terus berkembang hingga abad ke 17. Hal ini menunjukkan kehidupan beragama Islam sangat terasa pada masa tersebut.

B. Wacana Sufistik; Tasawuf Falsafi Sampai Abad 17
Dalam proses penyebaran Islam ke Nusantara, tidak terlepas dari unsur tasawuf dan mistik. Hal ini sangatlah relevan dengan latar belakang masyarakat setempat yang banyak dipengaruhi oleh agama sebelumnya yaitu Hindu-Budha dan sinkretisme kepercayaan lokal.
Tasawuf merupakan bagian terpenting dan tak terpisahkan dengan keberadaan dan kehadiran Islam di Nusantara. Hal ini dapat ditelusuri dari praktek-praktek sufisme yang menjadi ajaran tasawuf, terutama tarekat yang tumbuh dan berkembang di tanah air. Bahkan, hampir tidak ada seorangpun sejarawan di tanah air yang mengingkari, bahwa tasawuf merupakan aspek terpenting dalam menopang keberhasilan penyebaran Islam di tanah air. Peran penting tasawuf mengemuka dalam proses perkembangan Islam di seluruh Nusantara. Penyebaran Islam bercorak tasawuf terus mewarnai sejarah perkembangan Islam di tanah air.
Islam sufistik dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan Islam serta khazanah intelektual Islam di Nusantara merupakan salah satu wacana yang masih menarik untuk dibincangkan. Hal ini tidak hanya disebabkan awal masuknya Islam ke Indonesia -sebagaimana ‘disepakati’ para ahli sejarah- bernuansa tasawuf.
Tasawuf yang berperan penting pada masa awal adalah tasawuf falsafi yang dapat dikategorikan sebagai tipe mistik ketakterhinggaan yang perwujudannya identik dengan paham wahdat al-wujud.
1. Pengertian
Menurut Abdul Hakim Hassan, sebagaimana dikutip dari oleh Simuh dalam bukunya Tasawuf Dan Perkembangannya Dalam Islam, menyatakan Tasawuf adalah proses pemikiran dan perasaan yang menurut tabiatnya sulit didefinisikan. Tasawuf tampak merupakan upaya akal manusia untuk memahami hakikat segala sesuatu, dan untuk menikmati hubungan intim dengan Allah SWT. Adapun aspek pertama dari upaya ini adalah segi falsafi dari tasawuf, sedangkan aspek kedua segi agamis. Kegiatan pertama bersifat pemikiran dan perenungan sedangkan kegiatan kedua amali.

Falsafah Islam dalam pengertian falsafah yang dicetuskan oleh filosof Islam, seperti Al-Kindi, Al-farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, dan lain-lain secara murni tidak pernah datang dan berpengaruh di Indonesia. Kalaupun ada hanyalah aspek falsafah yang mempengaruhi tasawuf yang kemudian dikenal dengan istilah tasawuf falsafi.
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang menggunakan terminologi falsafah dalam pengungkapan ajarannya. Tasawuf falasafi secara sederhana dapat didefenisikan sebagai kajian dan jalan esoteris dalam Islam untuk mengembangkan kesucian batin yang kaya dengan pandangan-pandangan filosofis. Dengan munculnya tipe perenungan tasawuf seperti ini, maka pembahasan-pembahasan tasawuf itu bersifat filsafat. Karena pembahasannya meluas kepada masalah metafisika, yaitu proses bersatunya manusia dengan Tuhan dan sekaligus membahas konsepsi manusia dan Tuhan.
Keberadaan tasawuf bercorak falsafi ini pada satu sisi telah menarik perhatian para ulama yang pada awalnya kurang senang dengan kehadiran filsafat dalam khazanah Islam. Sementara bagi para ulama yang menyenangi kajian-kajian filsafat dan sekaligus menguasainya, tasawuf falsafi bagaikan sungai yang airnya demikian bening dan begitu menggoda untuk direnangi.
2. Pengaruh Tasawuf Falsafi Di Nusantara
Wacana tasawuf falsafi di Nusantara sepertinya dipelopori oleh Hamzah Fansuri dan Syamsuddin Sumatrani, dua tokoh sufi yang datang dari pulau Andalas (Sumatera) pada abad ke 17 M. Sekalipun pada abad ke 15 sebelumnya telah terjadi peristiwa tragis berupa eksekusi mati terhadap Syekh Siti Jenar atas fatwa dari Wali Songo, karena ajarannya dipandang menganut doktrin sufistik yang bersifat bid’ah berupa pengakuan akan kesatuan wujud manusia dengan wujud Tuhan, Zat Yang Maha Mutlak.
Doktrin wahdat al-wujud pernah menjadi perdebatan di kalangan para sufi itu sendiri di Aceh, antara pengikut yang mendukung ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsuddin. Perdebatan itu muncul, selain karena adanya perbedaan penafsiran doktrin Ibn Arabi, juga dipicu oleh perbedaan faktor sosial politik masing-masing pihak yang berselisih.
Hamzah Fansuri adalah keturunan Melayu yang dilahirkan di Fansur -nama lain dari Barus-. Para peneliti tidak menemukan bukti yang valid kapan sebenarnya Hamzah lahir dan meninggal. Diperkirakan masa hidupnya sebelum tahun 1630-an, karena Syamsudin Pasai (Sumatrani) yang menjadi pengikutnya memperkirakan demikian.
Hamzah Fansuri sebagai seorang ulama besar pernah melakukan lawatan ke Timur Tengah mengunjungi beberapa pusat pengetahuan Islam, termasuk Mekkah, madinah, Yerussalem, dan Baghdad, di mana ia diinisiasi ke dalam tarekat Qadariyah. Dia juga pernah melakukan perjalanan ke Pahang, Kedah dan Jawa untuk menyebarkan ajaran-ajarannya. Beliau adalah seorang penulis produktif yang menghasilkan banyak risalah-risalah agama dan karya-karya prosa yang sarat dengan gagasan-gagasan mistis.
Pengaruh beliau tidak hanya di Aceh, bahkan sampai ke Buton (Sulawesi Tenggara), lewat dua karyanya, yaitu Asrar al’Arifin dan Syarb al-‘Asyiqin. Keberadaan dua naskah ini merupakan indikasi bahwa ajaran Hamzah Fansuri ada yang mempelajarinya di daerah ini. Naskah lain yang juga pernah masuk di Buton itu berhubungan dengan paham wujudiyyah.
Menurut Naguib al-Attas, sebagaimana dikutip oleh M. Solihin, mengenai pemikiran-pemikiran al-Fansuri tentang tasawuf, kelihatannya banyak dipengaruhi paham wahdatul wujud-nya Ibn ‘Arabi. Kecenderungannya pada sufi Andalus ini bisa dilihat dari ketika ia mengajarkan bahwa Tuhan lebih dekat dari pada urat leher manusia sendiri, dan bahwa Tuhan tidak bertempat, sekalipun sering dikatakan bahwa Ia ada di mana-mana.
Ajaran wujudiyah Hamzah ini kemudian dikembangkan oleh muridnya Syamsuddin Sumatrani. Kebanyakan peneliti berpendapat, hubungan mereka adalah guru-murid. Pengaruhnya tidak kalah penting dengan Hamzah Fansuri. Telah dijumpai dua karya Syamsuddin yang merupakan ulasan atau syarah terhadap pengajaran Hamzah yaitu: Syarah Ruba’i Hamzah Fansuri dan Syarah Syair Ikan Tongkol.
Syamsuddin Sumatrani banyak melahirkan karya bermutu seperti: Jawhar al-Haqaiq, Risalah Tubayyin Mulahazah, Nur al-Daqaiq, Thariq al-Sahlikin, I’raj al-Iman dan karya lainnya. Syamsuddin menguasai beberapa bahasa, tapi karya-karyanya kebanyakan ditulis dalam bahasa Melayu dan Arab.
Pengajaran Syamsuddin tentang Tuhan dengan corak paham wujudiyyah dikenal juga dengan pengajaran tentang “martabat tujuh”, yaitu tentang satu wujud dengan tujuh martabatnya. Pengajarannya tentang ini kelihatannya sama dengan yang diajarkan al-Buhanpuri, yang diduga kuat sebagai orang pertama yang membagi martabat wujud itu kepada tujuh kategori. Ketujuh martabat tersebut adalah: martabat ahadiyyah, martabat wahdah, martabat wahidiyyah, martabat alam arwah, martabat alam mitsal, martabat alam ajsam dan martabat alam insan.
Seperti halnya Hamzah Fansuri, tokoh sufi ini juga ajarannya banyak tersebar di kawasan Nusantara. Menurut M. Solihin, di Buton, menunjukkan adanya pengaruh ajaran Syamsuddin Sumatrani di daerah ini pada masa lalu.
Paham martabat tujuh inilah yang membedakan antara Syamsuddin Sumatrani dengan gurunya Hamzah Fansuri, yang mana dalam ajaran Hamzah tidak ditemukan pengajaran ini. Namun, keduanya dikategorikan sebagai penganut paham wahdat al-wujud. Pada masanya itu terjadi polemik di masyarakat mengenai ajaran kedua sufi ini. Sebagian ada yang menganggap ajaran-ajaran yang dibawa keduanya adalah menyesatkan. Konflik terbuka itu diwakili oleh Nuruddin al-Raniri, yang dengan tegas menolak ajaran kedua sufi Aceh tersebut.
Dengan demikian, pada abad ke 16-17 M di Nusantara berkembang paham tasawuf falsafi yang bukan hanya di Aceh tapi di bagian wilayah lainnya di Nusantara. Meskipun ada usaha-usaha untuk menerapkan syari’ah – suatu yang tidak bisa dipisahkan dari lingkup Islam pada abad itu. Tulisan Hamzah Fansuri dan Syamsuddin memberi dorongan pada kecenderungan ini, tidak bisa disimpulkan secara sembarangan bahwa mereka mengindahkan syari’ah. Mereka telah memberikan sumbangan pada kehidupan religio-intelektual kaum Muslimin abad ke-16 dan 17 M.

C. Kesimpulan
Dari beberapa uraian di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa kedatangan Islam ke Nusantara telah memberikan pencerahan dan membawa dampak yang positif bagi masyarakat pribumi Nusantara. Hal ini telah memunculkan sebuah peradaban baru bagi dunia Islam. Peradaban baru tersebut tidak terlepas dari corak dan karakteristik yang dimiliki oleh budaya masyarakat di Nusantara.
Tasawuf falsafi memang merupakan salah satu bentuk ajaran tasawuf yang pernah berkembang di wilayah Nusantara. Hal ini disebabkan karena tasawuf falsafi merupakan ajaran tasawuf yang pertama dibawa ke wilayah Nusantara. Walaupun terjadi perdebatan mengenai ajaran tasawuf tersebut, tetapi tasawuf tersebut telah menambah khazanah intelektual di Nusantara.







.




DAFTAR KEPUSTAKAAN

Azra, Azyumardi, Renaisans Islam Asia Tenggara: Sejarah Wacana dan Kekuasaan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, cet. 3.
Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara Abad XVII Dan XVIII, Bandung: Mizan, 1998, cet IV.
Said, Usman, dkk, Pengantar Ilmu Tasawuf, Medan: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama IAIN Sumatera Utara, 1981/1982.
Simuh, Tasawuf Dan Perkembangannya Dalam Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997.
Solihin, M., Melacak Pemikiran Tasawuf Di Nusantara, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam : Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, cet. I.
Tresno, R., Peradilan Di Indonesia Dari Abad Ke Abad, Jakarta: Pradnya Paramita, 1978.
Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
http://khozin.staff.umm.ac.id/download-as-pdf/umm_blog_article_106.pdf.
http://www.docstoc.com/docs/27625108/SEJARAH-ISLAM-DI-INDONESIA,
http://maulanusantara.wordpress.com/2010/04/09/tasawuf-falsafi-di-nusantara-abad-ke-xvii-m/.

http://idb1.wikispaces.com/file/view/mn1002.pdf.

Sheikh Mujiburrahman Dan Bangladesh

PENDAHULUAN


Semenjak Pakistan resmi merdeka, negara tersebut dilanda krisis, antara lain peperangan dan pertiakaian. Pakistan yang muncul dalam keadaan terbagi dua yaitu Pakistan Barat dan Pakistan Timur dengan pusat kekuasaan berada di Pakistan Barat. Hal inilah yang menjadi pemicu terjadinya krisis di antara kedua wilayah tersebut.
Melalui usaha yang keras dan gigih, Pakistan Timur mendapatkan kemerdekaannya dari Pakistan Barat, yaitu dengan resmi berdirinya negara Bangladesh. Kemerdekaan dan pendirian Negara Bangladesh tersebut tidak terlepas dari perjuangan para tokoh Bangladesh, di antaranya adalah Sheikh Mujiburrahman, yang kemudian hari menjadi tokoh penting dalam sejarah tokoh kemerdekaan Bangladesh.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang Sheikh Mujiburrahman dan perjuangannya, serta membahas mengenai kondisi umat Islam Bangladesh hari ini. Oleh karena itu, penulis akan memfokuskan dan mengkaji keterkaitan antara dua pembahasan tersebut.

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Pecahnya Pakistan
Pakistan terletak di antara Afganistan di barat Laut dan India di Tenggara, Jam’mu dan Kashmir di Timur Laut yang meliputi provinsi Punjab, Sind, Baluchistan, dan Provinsi Barat Laut. Berdirinya Pakistan, sebuah negara yang muncul di dunia pada tanggal 15 Agustus 1947, ketika Inggris menyerahkan kedaulatannya di India kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk India dan satu untuk Pakistan. Pakistan merupakan negara yang lahir dari aspirasi umat Islam India untuk mendirikan pemerintahan dimana mereka dapat hidup sesuai dengan prinsip dan ajaran Islam.
Pakistan memiliki dua wilayah yang secara geografis berbeda. Wilayah tersebut adalah Pakistan Barat yang letaknya berada di ujung barat, dan Pakistan Timur yang letaknya berada di ujung timur. Kedua wilayah ini terpisah sejauh ribuan mil. Pakistan Timur sebelumnya disebut Benggala Timur, dan selanjutnya menjadi Pakistan Timur. Secara umum terlihat bahwa Pakistan Barat lebih dominan secara politik dan mengeksplotasi wilayah Timur secara ekonomi sehingga menimbulkan banyak keluhan.
Tahun 1950-an terjadi ketegangan antara Pakistan Timur dan Pakistan Barat yang menguasai kelompok militer dan pegawai sipil. Perpecahan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :


1. Faktor Geografis
Ditinjau secara geografis letak antara Pakistan Barat dan Pakistran Timur sangat berjauhan dan jaraknya hingga ribuan mil. Sehingga jalannya komunikasi antara Pakistan Barat dengan Pakistan Timur sulit untuk dilakukan.
2. Faktor Politik
Setelah pembunuhan perdana menteri pertama Pakistan, Liaquat Ali Khan tahun 1951, kekuataan politik mulai dipusatkan pada Presiden Pakistan, dan terkadang militer. Pakistan Timur menyadari jika salah satu dari mereka, seperti Khawaja Nazimuddin, Muhammad Ali Bogra, atau Huseyn Shaheed Suhrawardy, terpilih sebagai Perdana Menteri Pakistan, dengan cepat mereka akan dijatuhkan oleh Pakistan Barat.
3. Faktor Ketidakseimbangan Militer
Faktor penempatan militer yang tidak seimbang antara Pakistan Timur dan Pakistan Barat disebabkan hanya divisi infanteri di Pakistan timur selain itu juga ketidakadilan pembagian biaya pengembangan militer untuk Perang India-Pakistan 1965, hal ini menjadi pemicu pecahnya Pakistan.
4. Faktor Bahasa
Penggunaan bahasa “Urdu” sebagai bahasa nasional. Bahasa Urdu merupakan bahasa yang digunakan oleh Pakistan Barat, sementara Pakistan Timur menggunakan bahasa Bengali.
5. Faktor Ekonomi
Pada wilayah Pakistan Barat tak mungkin dapat mencukupi makanan untuk kebutuhan hidupnya, karena sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan. Namun di Peshawar dan Mardam (dua distrik yang subur di provinsi itu) terdapat berbagai bahan mentah untuk industri dan kemungkinan memperoleh tenaga listrik yang murah. Di Peshawar terdapat sebuah pabrik gula dan di Mardam pada tahun 1950 juga didirikan pabrik gula yang akan memenuhi sebagian besar dari kekurangan-kekurangan gula di Pakistan Barat. Banyak didirikan pabrik buah-buahan dalam kaleng saat perang, dan banyak lagi yang dikembangkan di sana seperti wol yang biasanya di ekspor ke India. Pada tahap selanjutnya, pembuatan pabrik pakaian-pakaian tenun, kulit, kayu dan sebagainya, sehingga penduduk di Pakistan Barat dalam segi ekonomi telah banyak yang tercukupi dari industri-industri yang ada.
Namun lain halnya dengan Pakistan Timur, karena terpisah ribuan mil dari Pakistan Barat, penduduk terlalu banyak dan tidak mempunyai industri sendiri. Perdagangan dan perhubungan-perhubungannya di pusatkan di Calcutta (India), yaitu sebuah pelabuhan besar di India.

Karena banyak perbedaan seperti bahasa, pakaian dan cara hidupnya dengan Pakistan Barat, maka saat itu timbul keinginan untuk memisahkan diri dan memutuskan hubungan dengan Pakistan, sehingga dari beberapa faktor-faktor tersebut, menimbulkan tekad bulat rakyat Pakistan Timur untuk memisahkan diri dari Pakistan Barat.
Setelah Pakistan Timur resmi berpisah dengan Pakistan Barat, maka nama Pakistan Timur berubah menjadi Bangladesh, yang beribu kota Dakka. Wilayah ini terletak di dataran rendah aliran sungai Brahmana dan Gangga. Di bagian barat, Utara dan timur berbatasan dengan India, bagian tenggara berbatasan dengan Burma, bagian selatan dengan Teluk Benggala.

B. Sheikh Mujiburrahman Dan Perjuangannya
Mujiburrahman lahir di Tungipara, sebuah desa di Kabupaten Gopalganj, Provinsi Bengal. Beliau merupakan anak dari Sheikh Lutfur Rahman, seorang perwira yang bertanggung jawab atas pencatatan di pengadilan sipil Gopalganj. Dia anak ketiga dari enam bersaudara. Pada tahun 1929, Rahman masuk ke Sekolah Gopalganj Publik, dan dua tahun kemudian ke Sekolah Tinggi Islamia Madaripur. Namun, Mujib ditarik dari sekolah pada 1934 untuk menjalani operasi mata, dan kembali ke sekolah setelah empat tahun, karena tingkat keparahan akibat operasi dan penyembuhan yang lambat. Pada usia delapan belas tahun, Mujib menikah dengan Begum Lutfunnesa. Dia melahirkan dua anak perempuan mereka yaitu Sheikh Hasina dan Sheikh Rehana, serta tiga putra; Sheikh Kamal, Sheikh Jamal dan Sheikh Russel.
Mujib menjadi aktif secara politik ketika ia bergabung dengan All India Federation Muslim Student (Federasi Seluruh Mahasiswa Islam India) tahun 1940. Ia mendaftar di Islamia College (sekarang Maulana Azad College), sebuah perguruan tinggi yang bekerjasama dengan Universitas Calcutta, untuk belajar hukum dan politik. Ia kemudian bergabung dengan Bengal Liga Muslim tahun 1943 dan berhubungan dengan Huseyn Shaheed Suhrawardy, pemimpin muslim Bengali terkemuka. Selama periode ini, Mujib bekerja secara aktif. Pada tahun 1946 ia terpilih sebagai sekretaris jenderal Union College Islamia Student (Persatuan Mahasiswa Universitas Islamia). Setelah mendapatkan gelar sarjana pada tahun 1947, Mujib menjadi salah satu politisi Muslim yang bekerjasama dengan Suhrawardy selama pertempuran yang terjadi di Calcutta.
Setelah kembali ke Timur Bengal, ia mendaftar di Universitas Dhaka untuk belajar hukum dan mendirikan Liga Mahasiswa Muslim Pakistan Timur dan menjadi salah satu pemimpin mahasiswa yang paling menonjol dalam hal politik di provinsi Bengal. Selama tahun ini, Mujib mengembangkan berbagai aktivitas untuk sosialisasi sebagai solusi ideal menuntaskan kemiskinan, pengangguran dan kondisi hidup yang buruk.
Setelah deklarasi Muhammad Ali Jinnah dan perdana menteri Khwaja Nazimuddin pada tahun 1948, selanjutnya pada tanggal 26 Januari 1949 pemerintah mengumumkan bahwa bahasa Urdu resmi akan menjadi bahasa negara Pakistan. Ini berarti bahwa rakyat Pakistan Timur, terutama Bengali, harus mengadopsi bahasa Urdu sebagai bahasa negara, dan hal ini menyebabkan perpecahan terjadi antara seluruh masyarakat negara Pakistan.
Pada tahun 1951, Mujib mulai mengorganisir protes dan unjuk rasa dalam menanggapi pembunuhan yang dilakukan oleh polisi terhadap mahasiswa yang telah memprotes deklarasi Urdu sebagai bahasa tunggal Negara. Hal ini menimbulkan kekacauan yang menyebabkan Mujib dan beberapa Mahasiswa Universitas Dhaka serta aktivis politik lainnya ditangkap. Peristiwa ini dikenal dengan Gerakan Bahasa Bengali, juga dikenal sebagai Gerakan Bahasa (bahasa Bengali: ভাষা আন্দোলন; Bhasha Andolon). Gerakan ini adalah usaha politik di Pakistan Timur (Bangladesh) agar bahasa Bengali diakui sebagai bahasa resmi Pakistan. Pengakuan tersebut akan memperbolehkan bahasa Bengali digunakan dalam pemerintahan.
Setelah konflik selama bertahun-tahun, pemerintah pusat akhirnya memberikan status resmi kepada bahasa Bengali tahun 1956. Selanjutnya, Mujiburrahman dan lainnya dibebaskan dari penjara.
Pada tahun 1953, ia diangkat menjadi sekretaris jenderal partai Liga Muslim Awami dan terpilih sebagai anggota Majelis Legislatif Benggala Timur pada tingkat koalisi Front Persatuan tahun 1954. Ia pernah menjabat sebentar sebagai menteri pertanian selama pemerintahan AK Fazlul Huq. Hal ini disebabkan Mujib mengorganisir sebuah protes dari keputusan pemerintah pusat untuk membatalkan jabatan Front Persatuan. Kemudian dia terpilih untuk Majelis Konstituante kedua dari Pakistan dan menjabat dalam tahun 1955-1958.
Ketika Jenderal Ayub Khan membekukan konstitusi dan memberlakukan darurat militer pada tahun 1958, Mujib ditangkap karena mengorganisir perlawanan dan dipenjarakan sampai tahun 1961. Setelah dibebaskan dari penjara, Mujib mulai mengorganisir sebuah badan politik bawah tanah yang disebut Swadhin Bangal Biplobi Parishad (Revolusi Pembebasan Dewan Bangla), yang terdiri dari mahasiswa untuk menentang rezim Ayub Khan dan bekerja untuk kekuasaan politik yang meningkat bagi Bengali dan kemerdekaan Pakistan Timur. Dia sempat ditangkap lagi pada tahun 1962 untuk alasan yang sama.
Setelah kematian Suhrawardy pada tahun 1963, Mujib datang untuk memimpin Liga Awami, yang menjadi salah satu partai politik terbesar di Pakistan. Partai ini telah menghilangkan kata "Muslim" dari namanya dan bergerak ke arah sekularisme serta menjadi daya tarik yang lebih luas untuk masyarakat non-Muslim. Mujib adalah salah satu pemimpin kunci yang menggalang oposisi terhadap rencana Dasar Demokrasi Presiden Ayub Khan, penerapan darurat militer, yang terpusat pada kekuasaan dan menggabungkan beberapa provinsi. Bekerja sama dengan partai politik lainnya, dia mendukung calon oposisi Fatima Jinnah pada pemilu 1964. Mujib ditangkap dua minggu sebelum pemilihan karena tuduhan dan dipenjara selama setahun.
Pada tahun-tahun ini, ada ketidakpuasan yang meningkat di Pakistan Timur atas kekejaman yang dilakukan oleh Angkatan Bersenjata Pakistan terhadap Bengali dan Pakistan Timur oleh rezim yang berkuasa. Ada juga konflik antara alokasi pendapatan dan perpajakan.
Kerusuhan atas penolakan demokrasi terus tersebar di Pakistan dan Mujib selalu mendukung oposisi untuk pembubaran provinsi. Pada tahun 1966, Mujib menyatakan rencana 6 poin berjudul Piagam Kelangsungan Hidup Kami pada konferensi nasional partai politik oposisi di Lahore, di mana ia menuntut otonomi politik, ekonomi dan pertahanan pemerintahan sendiri untuk Pakistan Timur terhadap federasi Pakistan.
Bergabung dengan semua pihak, konferensi yang diselenggarakan oleh Ayub Khan pada tahun 1969, Mujib menuntut penerimaan enam poin serta tuntutan partai politik lainnya. Iapun keluar dari konferensi setelah penolakan enam poin tersebut. Pada 5 Desember 1969 Mujib membuat pernyataan pada pertemuan publik yang diselenggarakan untuk mengenang ulang tahun kematian Suhrawardy. Sejak saat itu Pakistan Timur akan disebut "Bangladesh".
Deklarasi Mujib tersebut meningkatkan ketegangan di seluruh negeri. Para politisi dan militer Pakistan Barat mulai melihatnya sebagai pemimpin separatis. Pernyataannya mengenai identitas budaya dan etnis Bengali serta otonomi daerah dikaji ulang. Banyak kalangan sarjana dan pengamat percaya bahwa agitasi Bengali menekankan penolakan terhadap kasus dua bangsa, semenjak Pakistan berdiri. Dengan menegaskan identitas etno-budaya Bengali sebagai bangsa, Mujib mampu menggalang dukungan seluruh Pakistan Timur. Dalam hal ini Mujib disebut oleh pendukungnya sebagai "Bangabandhu" (secara harfiah berarti "Teman Benggala”).
Sebuah topan melanda pantai Pakistan Timur pada tahun 1970, yang menyebabkan meninggalnya ratusan ribu orang dan jutaan lainnya mengungsi. Periode berikutnya terjadi kemarahan ekstrim dan kerusuhan atas respon yang lemah dan tidak efektif yang dirasakan dari pemerintah pusat. Opini publik dan partai politik di Pakistan Timur menyalahkan pemerintah yang seperti sengaja lalai. Para politisi Pakistan Barat menuduh Liga Awami karena diduga menggunakan krisis untuk kepentingan politik. Ketidakpuasan menyebabkan perpecahan di dalam layanan sipil, polisi dan tentara Pakistan. Dalam pemilu yang diadakan pada bulan Desember 1970., Liga Awami di bawah kepemimpinan Mujib memenangkan suara mayoritas dalam pemilihan legislatif provinsi, dan mendapat kursi di Majelis Nasional yang baru.
Sheikh Mujibur Rahman ditangkap oleh Tentara Pakistan. Yahya Khan menunjuk Brigadir Rahimuddin Khan untuk memimpin pengadilan khusus Mujib. Pemimpin Liga Awami lainnya juga ditangkap, sementara sebagian melarikan diri dari Dhaka agar tidak ditangkap. Liga Awami dilarang oleh Jenderal Yahya Khan.
Kekerasaan yang disebabkan oleh tentara Pakistan, membuat marah orang Bengali. Dengan kemarahan tersebut, Sheikh Mujibur Rahman menandatangani deklarasi resmi yang berisi tentang kemerdekaan dan kedaulatan Bangladesh. Melalui pesan di radio, Mujib juga mengajak rakyat untuk melawan tentara.
Telegram berisi deklarasi Sheikh Mujibur Rahman didapat oleh mahasiswa di Chittagong. Pesan tersebut diterjemahkan ke bahasa Bengali oleh Dr. Manjula Anwar. Para mahasiswa gagal mendapat izin untuk menyiarkan pesan dari Stasiun Agrabad milik Radio Pakistan. Mereka menyebrangi Jembatan Kalurghat ke wilayah yang dikuasai oleh Resimen Bengal Timur dibawah Mayor Ziaur Rahman. Tentara Bengal menjaga stasiun ketika sedang mempersiapkan transmisi. Pada tanggal 26 Maret 1971, Mayor Ziaur Rahman menyiarkan pengumuman mengenai deklarasi kemerdekaan atas nama Sheikh Mujiburrahman.
26 Maret 1971 secara resmi adalah Hari Kemerdekaan Bangladesh, dan nama Bangladesh digunakan untuk selanjutnya. Pada Juli 1971, Perdana Menteri India, Indira Gandhi secara terbuka menyebut bekas Pakistan Timur sebagai Bangladesh.
Mujib kemudian terbang ke New Delhi dengan pesawat Royal Air Force yang diberikan oleh pemerintah Inggris untuk membawanya kembali ke Dhaka. Di New Delhi, ia diterima oleh Presiden India, Varahagiri Venkata Giri dan Perdana Menteri Indira Gandhi serta kabinet India dan seluruh kepala angkatan bersenjata. Di Delhi tampak meriah di mana Mujib dan Indira dikerumuni oleh orang-orang dan ia secara terbuka mengucapkan terima kasih untuk Indira Gandhi dan orang-orang India. Dari New Delhi, Sheikh Mujib terbang kembali ke Dhaka. Ia disambut oleh masyarakat Bangladesh di Bandara Tejgaon.

C. Pasca Kemerdekaan Bangladesh
Setelah Bangladesh resmi merdeka, Sheikh Mujibburrahman diangkat sebagai presiden Bangladesh. Lelaki yang dijuluki sebagai bapak kebangsaan Bangladesh banyak mengalami kepahitan di masa hidupnya. Dalam masa pemerintahannya Mujibburrahman berusaha mengatasi berbagai tantangan seperti memberantas korupsi, memperbaiki perekonomian, memperbaiki taraf hidup negara Bangladesh dari kemiskinan. Namun, ternyata bukan itu saja yang harus diperbaharui. Kemelut dalam angkatan bersenjata ikut memperkeruh suasana. Mujibburrahman tidak memasukkan angkata bersenjata dalam politik dan pemerintahannya, melainkan hanya sebagai alat keamanan negara. Masalah pemerintahan ditangani oleh kelompok - kelompok sipil.
Dengan adanya perbedaan ini, angkatan bersenjata tidak puas, merasa dinomor duakan, sehingga menimbulkan kudeta. Presiden Mujib bur Rachman terbunuh beserta beberapa anggota keluarganya, empat tahun setelah merdeka. Hanya anak-anak perempuannya, Sheikh Hasina Wajed dan Sheikh Rehana, yang sedang mengunjungi Jerman Barat, melarikan diri. Mereka dilarang kembali ke Bangladesh.
Di pengasingan, Sheikh Hasina menjadi pemimpin Liga Awami. Dia kembali ke Bangladesh pada 17 Mei 1981 dan memimpin oposisi terhadap rezim militer Presiden Irsyad. Dalam pemilu setelah pemulihan demokrasi pada tahun 1991, Sheikh Hasina menjadi pemimpin oposisi. Pada tahun 1996, dia memenangkan pemilu dan dinobatkan menjadi perdana menteri Bangladesh hingga saat ini.

D. Kondisi Umat Islam Bangladesh Saat Ini
Jumlah penduduk Bangladesh diperkirakan mencapai 125.200.000 jiwa, hal ini berdasarkan data statistik tahun 1998. Saat ini jumlah penduduknya meningkat hingga 159 juta, dan menjadikannya negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-7 di dunia.
Persentase kaum muslim di negeri ini mencapai lebih dari 85%, mayoritasnya adalah pengikut Sunni, ada sedikit pengikut Syi’ah, Ahmadiyyah, dan yang lainnya adalah pemeluk Hindu, Budha dan Nasrani. Bangladesh adalah negara Muslim terbesar ke-4 setelah Indonesia, Pakistan, dan India. Islam merupakan agama negara, tetapi agama lain juga boleh dianut. Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengakui negara ini sebagai negara Islam yang demokratis dan moderat.
Penduduk negeri ini menyandarkan perekonomiannya pada pertanian. Rintangan bagi pertumbuhan ekonomi adalah badai siklon dan banjir yang sering datang, perusahaan milik negara yang tidak efisien, fasilitas pelabuhan yang salah urus, pertumbuhan tenaga kerja yang tidak seimbang dengan lapangan kerja, penggunaan sumber daya energi yang tidak efisien (seperti gas alam), listrik yang tak mencukupi, perwujudan reformasi ekonomi yang lambat, pertarungan politik, dan korupsi. Menurut Bank Dunia Juli 2005: "Di antara hambatan paling signifikan bagi Bangladesh untuk berkembang ialah buruknya pemerintahan dan lemahnya lembaga masyarakat. "
Walaupun berbagai rintangan menghalang, sejak 1990 negeri ini telah mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan rata-rata 5%. Satu sumbangan penting untuk pengembangan ekonomi Bangladesh ialah pencanangan kredit mikro oleh Muhammad Yunus (dianugerahi penghargaan Nobel Perdamaian pada 2006) melalui Bank Grameen.
Pada tahun 2011, Partai berkuasa Liga Awami ingin mempertahankan Islam sebagai agama negara, namun agama lain mendapatkan hak-hak yang sama. Putri Mujiburrahman itu mengatakan bahwa konstitusi harus menjamin persamaan hak bagi penganut agama lain. Kemunculan Hasina yang berpendapat demikian merupakan yang pertama di hadapan komite parlemen yang sedang mengkaji konstitusi terkait keputusan Mahkamah Agung yang menetapkan sejumlah amandemen.

E. Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perjuangan umat Islam Pakistan Timur untuk memisahkan diri dari Pakistan Barat merupakan sebuah hal yang wajar. Walaupun mereka masih satu akidah dengan penduduk Pakistan Barat, namun karena adanya perbedaan-perbedaan tertentu seperti perbedaan bahasa, letak geografis, ketidak adilan dan sebagainya, pada akhirnya menyebabkan konflik yang berujung terbentuknya negara Bangladesh.
Dalam usaha pendirian negara Bangladesh bagi masyarakat Bengali, tidak terlepas dari peran seorang tokoh Sheikh Mujiburrahman yang disebut sebagai bapak kebangsaan Bangladesh. Dengan usahanya yang tidak kenal pantang menyerah mampu membangkitkan semangat nasionalisme bangsa Bengali untuk menuntut hak-hak mereka. Perjuangan Sheikh Mujiburrahman akhirnya membuahkan hasil yaitu terbentuknya negara Bangladesh dan ia diangkat sebagai kepala negara tersebut.
Pada tahap selanjutnya, Bangladesh yang telah merdeka menghadapi berbagai tantangan, baik itu berupa krisis politik, ekonomi, dan sebagainya. Hal ini merupakan sebuah cobaan yang harus dihadapi oleh umat Islam Bangladesh.




DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam: Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Judul asli: At-Tarikh Al-Islami, penerjemah: Samson Rahman, Akbar Media, Jakarta: 2010, cet. 10
Erwin, Tuti Nuriah, Asia Selatan Dalam Sejarah, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta: 1990.

Hamzah, Amal, Dunia Sekitar Kita; Pakistan, Sebuah Negara Islam Muda, Djambatan, Jakarta: 1952.

Saifullah, Perkembangan Modern Dalam Islam; Tokoh Dan Gerakan Pembaharuan Dalam Islam Di Kawasan Turki Dan Asia Selatan, IAIN IB Press, Padang: 2006.
Thohir, Ajid, Studi Kawasan Dunia Islam : Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2009, cet. I.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2010, cet. 22.

http://iskandarberkasta-sudra.blogspot.com/2011/04/pecahnya-pakistan-dan-terbentuknya.html.
http://ekozuardeyi.wordpress.com/2012/01/01/pecahnya-pakistan-dan-terbentuknya-bangladesh.
http://www.hidayatullah.com/read/16690/28/04/2011/hasina-pertahankan-islam-agama-negara-bangladesh.html.
http://en.wikipedia.org/wiki/Sheikh_Mujibur_Rahman.
http://en.wikipedia.org/wiki/Bangladesh.
http://warofweekly.blogspot.com/2011/02/perang-kemerdekaan-bangladesh.html.
http://warofweekly.blogspot.com/2011/02/gerakan-bahasa-bengali-di-pakistan.html.

Jumat, 30 Maret 2012

Sheikh Mujiburrahman Dan Bangladesh

PENDAHULUAN


Semenjak Pakistan resmi merdeka, negara tersebut dilanda krisis, antara lain peperangan dan pertiakaian. Pakistan yang muncul dalam keadaan terbagi dua yaitu Pakistan Barat dan Pakistan Timur dengan pusat kekuasaan berada di Pakistan Barat. Hal inilah yang menjadi pemicu terjadinya krisis di antara kedua wilayah tersebut.
Melalui usaha yang keras dan gigih, Pakistan Timur mendapatkan kemerdekaannya dari Pakistan Barat, yaitu dengan resmi berdirinya negara Bangladesh. Kemerdekaan dan pendirian Negara Bangladesh tersebut tidak terlepas dari perjuangan para tokoh Bangladesh, di antaranya adalah Sheikh Mujiburrahman, yang kemudian hari menjadi tokoh penting dalam sejarah tokoh kemerdekaan Bangladesh.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang Sheikh Mujiburrahman dan perjuangannya, serta membahas mengenai kondisi umat Islam Bangladesh hari ini. Oleh karena itu, penulis akan memfokuskan dan mengkaji keterkaitan antara dua pembahasan tersebut.










PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Pecahnya Pakistan
Pakistan terletak di antara Afganistan di barat Laut dan India di Tenggara, Jam’mu dan Kashmir di Timur Laut yang meliputi provinsi Punjab, Sind, Baluchistan, dan Provinsi Barat Laut. Berdirinya Pakistan, sebuah negara yang muncul di dunia pada tanggal 15 Agustus 1947, ketika Inggris menyerahkan kedaulatannya di India kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk India dan satu untuk Pakistan. Pakistan merupakan negara yang lahir dari aspirasi umat Islam India untuk mendirikan pemerintahan dimana mereka dapat hidup sesuai dengan prinsip dan ajaran Islam.
Pakistan memiliki dua wilayah yang secara geografis berbeda. Wilayah tersebut adalah Pakistan Barat yang letaknya berada di ujung barat, dan Pakistan Timur yang letaknya berada di ujung timur. Kedua wilayah ini terpisah sejauh ribuan mil. Pakistan Timur sebelumnya disebut Benggala Timur, dan selanjutnya menjadi Pakistan Timur. Secara umum terlihat bahwa Pakistan Barat lebih dominan secara politik dan mengeksplotasi wilayah Timur secara ekonomi sehingga menimbulkan banyak keluhan.
Tahun 1950-an terjadi ketegangan antara Pakistan Timur dan Pakistan Barat yang menguasai kelompok militer dan pegawai sipil. Perpecahan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :


1. Faktor Geografis
Ditinjau secara geografis letak antara Pakistan Barat dan Pakistran Timur sangat berjauhan dan jaraknya hingga ribuan mil. Sehingga jalannya komunikasi antara Pakistan Barat dengan Pakistan Timur sulit untuk dilakukan.
2. Faktor Politik
Setelah pembunuhan perdana menteri pertama Pakistan, Liaquat Ali Khan tahun 1951, kekuataan politik mulai dipusatkan pada Presiden Pakistan, dan terkadang militer. Pakistan Timur menyadari jika salah satu dari mereka, seperti Khawaja Nazimuddin, Muhammad Ali Bogra, atau Huseyn Shaheed Suhrawardy, terpilih sebagai Perdana Menteri Pakistan, dengan cepat mereka akan dijatuhkan oleh Pakistan Barat.
3. Faktor Ketidakseimbangan Militer
Faktor penempatan militer yang tidak seimbang antara Pakistan Timur dan Pakistan Barat disebabkan hanya divisi infanteri di Pakistan timur selain itu juga ketidakadilan pembagian biaya pengembangan militer untuk Perang India-Pakistan 1965, hal ini menjadi pemicu pecahnya Pakistan.
4. Faktor Bahasa
Penggunaan bahasa “Urdu” sebagai bahasa nasional. Bahasa Urdu merupakan bahasa yang digunakan oleh Pakistan Barat, sementara Pakistan Timur menggunakan bahasa Bengali.
5. Faktor Ekonomi
Pada wilayah Pakistan Barat tak mungkin dapat mencukupi makanan untuk kebutuhan hidupnya, karena sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan. Namun di Peshawar dan Mardam (dua distrik yang subur di provinsi itu) terdapat berbagai bahan mentah untuk industri dan kemungkinan memperoleh tenaga listrik yang murah. Di Peshawar terdapat sebuah pabrik gula dan di Mardam pada tahun 1950 juga didirikan pabrik gula yang akan memenuhi sebagian besar dari kekurangan-kekurangan gula di Pakistan Barat. Banyak didirikan pabrik buah-buahan dalam kaleng saat perang, dan banyak lagi yang dikembangkan di sana seperti wol yang biasanya di ekspor ke India. Pada tahap selanjutnya, pembuatan pabrik pakaian-pakaian tenun, kulit, kayu dan sebagainya, sehingga penduduk di Pakistan Barat dalam segi ekonomi telah banyak yang tercukupi dari industri-industri yang ada.
Namun lain halnya dengan Pakistan Timur, karena terpisah ribuan mil dari Pakistan Barat, penduduk terlalu banyak dan tidak mempunyai industri sendiri. Perdagangan dan perhubungan-perhubungannya di pusatkan di Calcutta (India), yaitu sebuah pelabuhan besar di India.

Karena banyak perbedaan seperti bahasa, pakaian dan cara hidupnya dengan Pakistan Barat, maka saat itu timbul keinginan untuk memisahkan diri dan memutuskan hubungan dengan Pakistan, sehingga dari beberapa faktor-faktor tersebut, menimbulkan tekad bulat rakyat Pakistan Timur untuk memisahkan diri dari Pakistan Barat.
Setelah Pakistan Timur resmi berpisah dengan Pakistan Barat, maka nama Pakistan Timur berubah menjadi Bangladesh, yang beribu kota Dakka. Wilayah ini terletak di dataran rendah aliran sungai Brahmana dan Gangga. Di bagian barat, Utara dan timur berbatasan dengan India, bagian tenggara berbatasan dengan Burma, bagian selatan dengan Teluk Benggala.








Gambar 1: Peta Bangladesh
B. Sheikh Mujiburrahman Dan Perjuangannya






Gambar 2: Sheikh Mujiburrahman

Mujiburrahman lahir di Tungipara, sebuah desa di Kabupaten Gopalganj, Provinsi Bengal. Beliau merupakan anak dari Sheikh Lutfur Rahman, seorang perwira yang bertanggung jawab atas pencatatan di pengadilan sipil Gopalganj. Dia anak ketiga dari enam bersaudara. Pada tahun 1929, Rahman masuk ke Sekolah Gopalganj Publik, dan dua tahun kemudian ke Sekolah Tinggi Islamia Madaripur. Namun, Mujib ditarik dari sekolah pada 1934 untuk menjalani operasi mata, dan kembali ke sekolah setelah empat tahun, karena tingkat keparahan akibat operasi dan penyembuhan yang lambat. Pada usia delapan belas tahun, Mujib menikah dengan Begum Lutfunnesa. Dia melahirkan dua anak perempuan mereka yaitu Sheikh Hasina dan Sheikh Rehana, serta tiga putra; Sheikh Kamal, Sheikh Jamal dan Sheikh Russel.
Mujib menjadi aktif secara politik ketika ia bergabung dengan All India Federation Muslim Student (Federasi Seluruh Mahasiswa Islam India) tahun 1940. Ia mendaftar di Islamia College (sekarang Maulana Azad College), sebuah perguruan tinggi yang bekerjasama dengan Universitas Calcutta, untuk belajar hukum dan politik. Ia kemudian bergabung dengan Bengal Liga Muslim tahun 1943 dan berhubungan dengan Huseyn Shaheed Suhrawardy, pemimpin muslim Bengali terkemuka. Selama periode ini, Mujib bekerja secara aktif. Pada tahun 1946 ia terpilih sebagai sekretaris jenderal Union College Islamia Student (Persatuan Mahasiswa Universitas Islamia). Setelah mendapatkan gelar sarjana pada tahun 1947, Mujib menjadi salah satu politisi Muslim yang bekerjasama dengan Suhrawardy selama pertempuran yang terjadi di Calcutta.
Setelah kembali ke Timur Bengal, ia mendaftar di Universitas Dhaka untuk belajar hukum dan mendirikan Liga Mahasiswa Muslim Pakistan Timur dan menjadi salah satu pemimpin mahasiswa yang paling menonjol dalam hal politik di provinsi Bengal. Selama tahun ini, Mujib mengembangkan berbagai aktivitas untuk sosialisasi sebagai solusi ideal menuntaskan kemiskinan, pengangguran dan kondisi hidup yang buruk.
Setelah deklarasi Muhammad Ali Jinnah dan perdana menteri Khwaja Nazimuddin pada tahun 1948, selanjutnya pada tanggal 26 Januari 1949 pemerintah mengumumkan bahwa bahasa Urdu resmi akan menjadi bahasa negara Pakistan. Ini berarti bahwa rakyat Pakistan Timur, terutama Bengali, harus mengadopsi bahasa Urdu sebagai bahasa negara, dan hal ini menyebabkan perpecahan terjadi antara seluruh masyarakat negara Pakistan.
Pada tahun 1951, Mujib mulai mengorganisir protes dan unjuk rasa dalam menanggapi pembunuhan yang dilakukan oleh polisi terhadap mahasiswa yang telah memprotes deklarasi Urdu sebagai bahasa tunggal Negara. Hal ini menimbulkan kekacauan yang menyebabkan Mujib dan beberapa Mahasiswa Universitas Dhaka serta aktivis politik lainnya ditangkap. Peristiwa ini dikenal dengan Gerakan Bahasa Bengali, juga dikenal sebagai Gerakan Bahasa (bahasa Bengali: ভাষা আন্দোলন; Bhasha Andolon). Gerakan ini adalah usaha politik di Pakistan Timur (Bangladesh) agar bahasa Bengali diakui sebagai bahasa resmi Pakistan. Pengakuan tersebut akan memperbolehkan bahasa Bengali digunakan dalam pemerintahan.
Setelah konflik selama bertahun-tahun, pemerintah pusat akhirnya memberikan status resmi kepada bahasa Bengali tahun 1956. Selanjutnya, Mujiburrahman dan lainnya dibebaskan dari penjara.
Pada tahun 1953, ia diangkat menjadi sekretaris jenderal partai Liga Muslim Awami dan terpilih sebagai anggota Majelis Legislatif Benggala Timur pada tingkat koalisi Front Persatuan tahun 1954. Ia pernah menjabat sebentar sebagai menteri pertanian selama pemerintahan AK Fazlul Huq. Hal ini disebabkan Mujib mengorganisir sebuah protes dari keputusan pemerintah pusat untuk membatalkan jabatan Front Persatuan. Kemudian dia terpilih untuk Majelis Konstituante kedua dari Pakistan dan menjabat dalam tahun 1955-1958.
Ketika Jenderal Ayub Khan membekukan konstitusi dan memberlakukan darurat militer pada tahun 1958, Mujib ditangkap karena mengorganisir perlawanan dan dipenjarakan sampai tahun 1961. Setelah dibebaskan dari penjara, Mujib mulai mengorganisir sebuah badan politik bawah tanah yang disebut Swadhin Bangal Biplobi Parishad (Revolusi Pembebasan Dewan Bangla), yang terdiri dari mahasiswa untuk menentang rezim Ayub Khan dan bekerja untuk kekuasaan politik yang meningkat bagi Bengali dan kemerdekaan Pakistan Timur. Dia sempat ditangkap lagi pada tahun 1962 untuk alasan yang sama.
Setelah kematian Suhrawardy pada tahun 1963, Mujib datang untuk memimpin Liga Awami, yang menjadi salah satu partai politik terbesar di Pakistan. Partai ini telah menghilangkan kata "Muslim" dari namanya dan bergerak ke arah sekularisme serta menjadi daya tarik yang lebih luas untuk masyarakat non-Muslim. Mujib adalah salah satu pemimpin kunci yang menggalang oposisi terhadap rencana Dasar Demokrasi Presiden Ayub Khan, penerapan darurat militer, yang terpusat pada kekuasaan dan menggabungkan beberapa provinsi. Bekerja sama dengan partai politik lainnya, dia mendukung calon oposisi Fatima Jinnah pada pemilu 1964. Mujib ditangkap dua minggu sebelum pemilihan karena tuduhan dan dipenjara selama setahun.
Pada tahun-tahun ini, ada ketidakpuasan yang meningkat di Pakistan Timur atas kekejaman yang dilakukan oleh Angkatan Bersenjata Pakistan terhadap Bengali dan Pakistan Timur oleh rezim yang berkuasa. Ada juga konflik antara alokasi pendapatan dan perpajakan.
Kerusuhan atas penolakan demokrasi terus tersebar di Pakistan dan Mujib selalu mendukung oposisi untuk pembubaran provinsi. Pada tahun 1966, Mujib menyatakan rencana 6 poin berjudul Piagam Kelangsungan Hidup Kami pada konferensi nasional partai politik oposisi di Lahore, di mana ia menuntut otonomi politik, ekonomi dan pertahanan pemerintahan sendiri untuk Pakistan Timur terhadap federasi Pakistan.
Bergabung dengan semua pihak, konferensi yang diselenggarakan oleh Ayub Khan pada tahun 1969, Mujib menuntut penerimaan enam poin serta tuntutan partai politik lainnya. Iapun keluar dari konferensi setelah penolakan enam poin tersebut. Pada 5 Desember 1969 Mujib membuat pernyataan pada pertemuan publik yang diselenggarakan untuk mengenang ulang tahun kematian Suhrawardy. Sejak saat itu Pakistan Timur akan disebut "Bangladesh".
Deklarasi Mujib tersebut meningkatkan ketegangan di seluruh negeri. Para politisi dan militer Pakistan Barat mulai melihatnya sebagai pemimpin separatis. Pernyataannya mengenai identitas budaya dan etnis Bengali serta otonomi daerah dikaji ulang. Banyak kalangan sarjana dan pengamat percaya bahwa agitasi Bengali menekankan penolakan terhadap kasus dua bangsa, semenjak Pakistan berdiri. Dengan menegaskan identitas etno-budaya Bengali sebagai bangsa, Mujib mampu menggalang dukungan seluruh Pakistan Timur. Dalam hal ini Mujib disebut oleh pendukungnya sebagai "Bangabandhu" (secara harfiah berarti "Teman Benggala”).
Sebuah topan melanda pantai Pakistan Timur pada tahun 1970, yang menyebabkan meninggalnya ratusan ribu orang dan jutaan lainnya mengungsi. Periode berikutnya terjadi kemarahan ekstrim dan kerusuhan atas respon yang lemah dan tidak efektif yang dirasakan dari pemerintah pusat. Opini publik dan partai politik di Pakistan Timur menyalahkan pemerintah yang seperti sengaja lalai. Para politisi Pakistan Barat menuduh Liga Awami karena diduga menggunakan krisis untuk kepentingan politik. Ketidakpuasan menyebabkan perpecahan di dalam layanan sipil, polisi dan tentara Pakistan. Dalam pemilu yang diadakan pada bulan Desember 1970., Liga Awami di bawah kepemimpinan Mujib memenangkan suara mayoritas dalam pemilihan legislatif provinsi, dan mendapat kursi di Majelis Nasional yang baru.
Sheikh Mujibur Rahman ditangkap oleh Tentara Pakistan. Yahya Khan menunjuk Brigadir Rahimuddin Khan untuk memimpin pengadilan khusus Mujib. Pemimpin Liga Awami lainnya juga ditangkap, sementara sebagian melarikan diri dari Dhaka agar tidak ditangkap. Liga Awami dilarang oleh Jenderal Yahya Khan.
Kekerasaan yang disebabkan oleh tentara Pakistan, membuat marah orang Bengali. Dengan kemarahan tersebut, Sheikh Mujibur Rahman menandatangani deklarasi resmi yang berisi tentang kemerdekaan dan kedaulatan Bangladesh. Melalui pesan di radio, Mujib juga mengajak rakyat untuk melawan tentara.
Telegram berisi deklarasi Sheikh Mujibur Rahman didapat oleh mahasiswa di Chittagong. Pesan tersebut diterjemahkan ke bahasa Bengali oleh Dr. Manjula Anwar. Para mahasiswa gagal mendapat izin untuk menyiarkan pesan dari Stasiun Agrabad milik Radio Pakistan. Mereka menyebrangi Jembatan Kalurghat ke wilayah yang dikuasai oleh Resimen Bengal Timur dibawah Mayor Ziaur Rahman. Tentara Bengal menjaga stasiun ketika sedang mempersiapkan transmisi. Pada tanggal 26 Maret 1971, Mayor Ziaur Rahman menyiarkan pengumuman mengenai deklarasi kemerdekaan atas nama Sheikh Mujiburrahman.
26 Maret 1971 secara resmi adalah Hari Kemerdekaan Bangladesh, dan nama Bangladesh digunakan untuk selanjutnya. Pada Juli 1971, Perdana Menteri India, Indira Gandhi secara terbuka menyebut bekas Pakistan Timur sebagai Bangladesh.
Mujib kemudian terbang ke New Delhi dengan pesawat Royal Air Force yang diberikan oleh pemerintah Inggris untuk membawanya kembali ke Dhaka. Di New Delhi, ia diterima oleh Presiden India, Varahagiri Venkata Giri dan Perdana Menteri Indira Gandhi serta kabinet India dan seluruh kepala angkatan bersenjata. Di Delhi tampak meriah di mana Mujib dan Indira dikerumuni oleh orang-orang dan ia secara terbuka mengucapkan terima kasih untuk Indira Gandhi dan orang-orang India. Dari New Delhi, Sheikh Mujib terbang kembali ke Dhaka. Ia disambut oleh masyarakat Bangladesh di Bandara Tejgaon.









Gambar 3: Sheikh Mujiburrahman
berpidato di depan rakyat Pakistan Timur pada 7 Maret 1971.

C. Pasca Kemerdekaan Bangladesh
Setelah Bangladesh resmi merdeka, Sheikh Mujibburrahman diangkat sebagai presiden Bangladesh. Lelaki yang dijuluki sebagai bapak kebangsaan Bangladesh banyak mengalami kepahitan di masa hidupnya. Dalam masa pemerintahannya Mujibburrahman berusaha mengatasi berbagai tantangan seperti memberantas korupsi, memperbaiki perekonomian, memperbaiki taraf hidup negara Bangladesh dari kemiskinan. Namun, ternyata bukan itu saja yang harus diperbaharui. Kemelut dalam angkatan bersenjata ikut memperkeruh suasana. Mujibburrahman tidak memasukkan angkata bersenjata dalam politik dan pemerintahannya, melainkan hanya sebagai alat keamanan negara. Masalah pemerintahan ditangani oleh kelompok - kelompok sipil.
Dengan adanya perbedaan ini, angkatan bersenjata tidak puas, merasa dinomor duakan, sehingga menimbulkan kudeta. Presiden Mujib bur Rachman terbunuh beserta beberapa anggota keluarganya, empat tahun setelah merdeka. Hanya anak-anak perempuannya, Sheikh Hasina Wajed dan Sheikh Rehana, yang sedang mengunjungi Jerman Barat, melarikan diri. Mereka dilarang kembali ke Bangladesh.
Di pengasingan, Sheikh Hasina menjadi pemimpin Liga Awami. Dia kembali ke Bangladesh pada 17 Mei 1981 dan memimpin oposisi terhadap rezim militer Presiden Irsyad. Dalam pemilu setelah pemulihan demokrasi pada tahun 1991, Sheikh Hasina menjadi pemimpin oposisi. Pada tahun 1996, dia memenangkan pemilu dan dinobatkan menjadi perdana menteri Bangladesh hingga saat ini.

D. Kondisi Umat Islam Bangladesh Saat Ini
Jumlah penduduk Bangladesh diperkirakan mencapai 125.200.000 jiwa, hal ini berdasarkan data statistik tahun 1998. Saat ini jumlah penduduknya meningkat hingga 159 juta, dan menjadikannya negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-7 di dunia.
Persentase kaum muslim di negeri ini mencapai lebih dari 85%, mayoritasnya adalah pengikut Sunni, ada sedikit pengikut Syi’ah, Ahmadiyyah, dan yang lainnya adalah pemeluk Hindu, Budha dan Nasrani. Bangladesh adalah negara Muslim terbesar ke-4 setelah Indonesia, Pakistan, dan India. Islam merupakan agama negara, tetapi agama lain juga boleh dianut. Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengakui negara ini sebagai negara Islam yang demokratis dan moderat.
Penduduk negeri ini menyandarkan perekonomiannya pada pertanian. Rintangan bagi pertumbuhan ekonomi adalah badai siklon dan banjir yang sering datang, perusahaan milik negara yang tidak efisien, fasilitas pelabuhan yang salah urus, pertumbuhan tenaga kerja yang tidak seimbang dengan lapangan kerja, penggunaan sumber daya energi yang tidak efisien (seperti gas alam), listrik yang tak mencukupi, perwujudan reformasi ekonomi yang lambat, pertarungan politik, dan korupsi. Menurut Bank Dunia Juli 2005: "Di antara hambatan paling signifikan bagi Bangladesh untuk berkembang ialah buruknya pemerintahan dan lemahnya lembaga masyarakat. "
Walaupun berbagai rintangan menghalang, sejak 1990 negeri ini telah mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan rata-rata 5%. Satu sumbangan penting untuk pengembangan ekonomi Bangladesh ialah pencanangan kredit mikro oleh Muhammad Yunus (dianugerahi penghargaan Nobel Perdamaian pada 2006) melalui Bank Grameen.
Pada tahun 2011, Partai berkuasa Liga Awami ingin mempertahankan Islam sebagai agama negara, namun agama lain mendapatkan hak-hak yang sama. Putri Mujiburrahman itu mengatakan bahwa konstitusi harus menjamin persamaan hak bagi penganut agama lain. Kemunculan Hasina yang berpendapat demikian merupakan yang pertama di hadapan komite parlemen yang sedang mengkaji konstitusi terkait keputusan Mahkamah Agung yang menetapkan sejumlah amandemen.

E. Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perjuangan umat Islam Pakistan Timur untuk memisahkan diri dari Pakistan Barat merupakan sebuah hal yang wajar. Walaupun mereka masih satu akidah dengan penduduk Pakistan Barat, namun karena adanya perbedaan-perbedaan tertentu seperti perbedaan bahasa, letak geografis, ketidak adilan dan sebagainya, pada akhirnya menyebabkan konflik yang berujung terbentuknya negara Bangladesh.
Dalam usaha pendirian negara Bangladesh bagi masyarakat Bengali, tidak terlepas dari peran seorang tokoh Sheikh Mujiburrahman yang disebut sebagai bapak kebangsaan Bangladesh. Dengan usahanya yang tidak kenal pantang menyerah mampu membangkitkan semangat nasionalisme bangsa Bengali untuk menuntut hak-hak mereka. Perjuangan Sheikh Mujiburrahman akhirnya membuahkan hasil yaitu terbentuknya negara Bangladesh dan ia diangkat sebagai kepala negara tersebut.
Pada tahap selanjutnya, Bangladesh yang telah merdeka menghadapi berbagai tantangan, baik itu berupa krisis politik, ekonomi, dan sebagainya. Hal ini merupakan sebuah cobaan yang harus dihadapi oleh umat Islam Bangladesh.




DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam: Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Judul asli: At-Tarikh Al-Islami, penerjemah: Samson Rahman, Akbar Media, Jakarta: 2010, cet. 10
Erwin, Tuti Nuriah, Asia Selatan Dalam Sejarah, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta: 1990.

Hamzah, Amal, Dunia Sekitar Kita; Pakistan, Sebuah Negara Islam Muda, Djambatan, Jakarta: 1952.

Saifullah, Perkembangan Modern Dalam Islam; Tokoh Dan Gerakan Pembaharuan Dalam Islam Di Kawasan Turki Dan Asia Selatan, IAIN IB Press, Padang: 2006.
Thohir, Ajid, Studi Kawasan Dunia Islam : Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2009, cet. I.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2010, cet. 22.

http://iskandarberkasta-sudra.blogspot.com/2011/04/pecahnya-pakistan-dan-terbentuknya.html.
http://ekozuardeyi.wordpress.com/2012/01/01/pecahnya-pakistan-dan-terbentuknya-bangladesh.
http://www.hidayatullah.com/read/16690/28/04/2011/hasina-pertahankan-islam-agama-negara-bangladesh.html.
http://en.wikipedia.org/wiki/Sheikh_Mujibur_Rahman.
http://en.wikipedia.org/wiki/Bangladesh.
http://warofweekly.blogspot.com/2011/02/perang-kemerdekaan-bangladesh.html.
http://warofweekly.blogspot.com/2011/02/gerakan-bahasa-bengali-di-pakistan.html.

Jumat, 12 Maret 2010